Oleh: Nabila Nurkhalishah Harris (*)
Pada hari Minggu 17 Oktober 2021, jagat raya digemparkan oleh berita kemenangan Indonesia setelah 19 tahun tidak juara di Thomas Cup.
Eits, tapi jangan salah! Sampai saat ini, Indonesia sudah memiliki 14 trofi Thomas Cup, lho! Hal ini juga menjadikan Indonesia sebagai negara pengoleksi trofi Thomas Cup terbanyak.
Thomas Cup 2020 sendiri baru dilaksanakan pada 2021 ini karena pandemi. Kompetisi tersebut umumnya diselenggarakan setiap dua tahun sekali, dan kali ini Denmark menjadi tuan rumah.
Pada perempat final, tim merah putih berhasil mengalahkan Malaysia dengan skor 3-0. Adapun hasil skor Indonesia vs Denmark pada babak semifinal adalah 2-1.
Sementara di babak final, hasil final Thomas Cup Indonesia vs China adalah 3-0. Poin pertama disumbang oleh Anthony Sinisuka Ginting yang mengalahkan Lu Guangzu dengan skor 18-21, 21-14, dan 21-16.
Poin kedua disumbangkan oleh pasangan ganda putra Fajar Alfian dan Muhammad Rian Ardianto yang menumbangkan He Jiting dan Zhou Haodong dalam waktu 43 menit. Poin terakhir disumbang oleh Jonatan Christie yang kerap dipanggil Jojo melawan tunggal putra Li Shifeng.
Sebenarnya, masih ada ganda putra Kevin Sanjaya Sukamuljo dan Daniel Marthin dan tunggal putra Shesar Hiren Rhustavito untuk dua partai terakhir. Namun karena Indonesia sudah unggul 3-0, maka kedua pertandingan tersebut tidak perlu dimainkan.
Selain itu, atlet lain yang turut berjuang adalah Chico Aura Dwi Wardoyo, Marcus Fernaldi Gideon, Mohammad Ahsan, Hendra Setiawan, dan Leo Rolly Carnando. Wah, banyak, ya!
Nah, pertanyaannya, apa sih penyebab kemenangan dari tim merah putih? Serta, apa yang bisa kita lakukan untuk mendukung atlet Indonesia?
Baca juga: Tips Mudah Mengembangkan Grit
Eits, para atlet bukannya sekonyong-konyong meraih penghargaan setelah tahun-tahun pertama latihan. Kekalahan pasti pernah mereka alami. Yang perlu kita ingat, ketika kalah pada suatu pertandingan, bukan berarti kita adalah seorang pecundang.
Apakah kalah adalah hal buruk? Dari luar, kelihatannya iya.
Namun, ketika kalahlah kita akan mendapat pelajaran-pelajaran paling berharga. Tak jarang, kekalahan bagai bensin bagi perbaikan diri. Jika kita menggunakan kekalahan tersebut untuk mengevaluasi diri dan berjuang kembali, kekalahan tak ubahnya halte tempat kita berhenti sejenak sebelum diantar menuju situasi yang jauh lebih baik.
Setuju tidak, kalau pemenang adalah sosok yang dibentuk oleh banyak kegagalan?
Selain itu, ketika menang, pujian bagi para atlet pun akan berlimpah ruah.
"Terima kasih untuk kerja kerasnya!" "Kegigihanmu sangat luar biasa!" Namun, hal ini dapat membuat kerja keras seolah hanya berarti jika diakhiri dengan kemenangan.