Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Perubahan Iklim dan Tantangan PAUD Mempersiapkan Masa Depan Anak

Kompas.com - 04/10/2021, 13:56 WIB
Inang Sh ,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Chair of Board Direct Asia-Pacific Regional Network for Early Childhood (Arnec) Sheldon Shaffaer mengatakan, anak usia dini merupakan kelompok yang paling menderita terdampak krisis iklim.

Menurutnya, dari perspektif pengembangan anak usia dini, anak-anak yang lahir pada 2021 akan menghadapi ancaman yang berhubungan dengan kesehatan dan iklim pada saat mereka berusia 30 tahun pada 2050.

Hal tersebut sesuai laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) berjudul Climate Change 2021: The Physical Science Basis yang menyebutkan, perubahan iklim telah menyebar luas dan menyebabkan terjadinya bencana besar di dunia.

“Jadi, menurut laporan ini, anak-anak yang lahir sekarang akan mengalami dampak krisis iklim yang mengerikan, lebih buruk dari orangtua, atau kakek-nenek mereka,” ujarnya dalam acara Annual Early Childhood Care Education and Parenting Regional Forum, Kamis (30/9/2021).

Sheldon menjelaskan dampak perubahan iklim terhadap anak-anak dan keluarga, yakni berpengaruh kepada tumbuh kembang anak. Menurutnya, meningkatnya masalah iklim bisa meningkatkan stres pada anak sehingga membahayakan perkembangan otak.

Baca juga: Greta Thunberg Kecam Orang Dewasa karena Krisis Iklim

Kemudian, kerusakan lingkungan juga berakibat pada meningkatnya kekerasan fisik pada anak. Bencana yang berhubungan dengan iklim, seperti banjir, badai, termasuk migrasi dan konflik karena isu ini bisa membahayakan anak.

Sheldon menambahkan, dampak krisis iklim juga berakibat pada kesenjangan pelayanan pendidikan anak usia dini (PAUD). Dengan berbagai bencana yang akan terjadi, gedung layanan akan rusak atau hancur, sehingga tidak beroperasi.

“Akibatnya, akses ke PAUD jadi bisa lebih sulit. Ini akan mengurangi kesempatan anak-anak usia dini belajar,” ujarnya dalam acara yang digelar secara virtual oleh Southeast Asean Ministers of Education Organization Centre for Early Childhood Care Education and Parenting (SEAMEO CECCEP) tersebut.

Pelajaran dari pandemi

Pada kesempatan ini, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dikdasmen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Muhammad Hasbi turut menjelaskan tantangan dan capaian pemerintah Indonesia dalam mengakomodasi layanan PAUD di masa pandemi Covid-19.

Baca juga: Kapan Waktu Ideal Anak Masuk PAUD? Berikut Penjelasannya

Menurutnya, tingkat partisipasi anak usia dini selama pandemi mengalami penurunan sedikit dari 41,8 persen pada 2020 menjadi 40,17 persen pada 2021.

Ia juga membeberkan beberapa tantangan lainnya, yakni layanan PAUD on site masih rendah, minimnya permintaan atas layanan PAUD, dan persaingan prioritas kebijakan.

"Untuk mengatasi rendahnya layanan di tempat atau on site, diperlukan adanya upaya membangun kemitraan yang terbuka dan sistematis,” jelasnya.

Hasbi mengungkapkan, pemerintah menetapkan beberapa prinsip dalam menyelenggarakan pendidikan di masa pandemi.

Pertama, memprioritaskan kesehatan dan keselamatan ekosistem pendidikan dalam pelaksanaan atau pengambilan keputusan terkait dengan pembelajaran.

Baca juga: 8.396 Siswa PAUD-SMA Jadi Yatim/Piatu karena Orangtua Kena Covid

Kedua, pemerintah tetap memperhatikan tumbuh kembang anak dan kondisi psikososialnya selama pandemi Covid-19.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com