Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Besar UNS: Perlu Pemberdayaan Komunitas bagi Kelompok Disabilitas

Kompas.com - 28/04/2020, 12:43 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Sampai saat ini, penyebaran virus corona atau Covid-19 di Indonesia terus meningkat. Tak heran jika dampaknya sangat luas ke berbagai lapisan masyarakat, termasuk kelompok disabilitas.

Para difabel ini yang biasa menggantungkan hidup dari hasil berjualan, jasa pijat, atau ojek, kini harus merasakan betapa susah untuk memperoleh pendapatan.

Ini karena imbauan social distancing dan physical distancing yang dianjurkan pemerintah akibat wabah virus corona.

Baca juga: Pakar Difabel UNS: Begini Pembelajaran di Rumah bagi ABK Saat Wabah Covid-19

Terpaksa buka praktik

Terkait permasalahan ini, Guru Besar Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta bidang Manajemen Pendidikan Inklusif, Prof. Munawir Yusuf menyatakan bahwa dirinya sempat mendengar langsung keluhan dari seorang pemijat tunanetra.

Permijat itu terpaksa membuka praktik pijatnya di tengah pandemi Covid-19 untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

"Ada seorang pemijat yang biasa kedatangan banyak tamu tapi karena corona ini tamunya berkurang 70 persen," ujar Prof. Munawir seperti dikutip dari laman resmi UNS, Senin (27/4/2020).

Pemijat itu, lanjut Prof. Munawir tetap membuka praktiknya karena mereka tidak ada keahlian lagi. Ini terpaksa dilakukan meski melanggar anjuran pemerintah untuk melakukan social distancing dan physical distancing.

Dari contoh tersebut, Prof. Munawir mengatakan jika keputusan pemijat tunanetra untuk membuka praktik pijat di tengah pandemi Covid-19 sangat membahayakan.

Sebab, dalam kondisi yang tidak dapat diketahui, tamu yang datang bisa saja membawa virus yang dapat menulari pemijat tunanetra tersebut.

Tetapi, di sisi lain dapat dipahami sebab bagi penyandang disabilitas mereka cukup mengalami kesulitan bila harus beralih profesi atau usaha.

Sehingga tidak ada pilihan lain bagi mereka untuk tetap menjalankan usaha/profesi yang sudah ia jalani sehari-hari.

Perlu pemberdayaan komunitas

Menurut Prof. Munawir, kelompok disabilitas memiliki 22 hak yang telah dijamin dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.

"UU Nomor 8 Tahun 2016 ada 22 hak bagi penyandang disabilitas, salah satunya adalah hak perlindungan saat terjadinya bencana," kata Prof. Munawir yang merupakan Kepala Pusat Studi Disabilitas (PSD) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNS.

Prof. Munawir juga menyoroti kurangnya informasi mengenai cara memperoleh bantuan sosial reguler Program Keluarga Harapan (PKH) yang ada dalam program jaring pengaman sosial.

Padahal, dalam program tersebut pemerintah telah mengucurkan dana Rp 110 triliun yang nantinya akan disalurkan kepada masyarakat lapisan bawah, termasuk kelompok disabilitas dengan bantuan senilai Rp 2,4 juta per tahun.

Karena itu dia berharap agar bantuan yang diberikan pemerintah dapat tersalurkan dengan baik kepada kelompok disabilitas, maka perlu adanya pemberdayaan komunitas untuk melakukan pendataan jumlah penyandang disabilitas.

Baca juga: Ventilator Pernapasan Pasien Covid-19 Buatan UNS Dirancang Khusus

Kini perlu pemberdayaan komunitas seperti komunitas difabel harus proaktif, atau lembaga-lembaga sosial/yayasan/LSM untuk difabel.

"Tak hanya itu saja, kelompok/lembaga berbasis agama, pemerintah terkait sosial, kesehatan, pendidikan, tenaga kerja, dunia usaha, industri, digitalisasi data penyandang disabilitas juga menjadi penting," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com