KOMPAS.com - The Conversation Indonesia (TCID) bekerja sama dengan Kompas.com, Tempo.co, serta Aliansi Jurnalis Independen (AJI) meluncurkan sebuah program Panel Ahli Cek Fakta, pada Selasa (19/12/2023).
Dalam program tersebut dikumpulkan sejumlah ahli dari berbagai bidang untuk mengecek pernyataan para kandidat, politisi, maupun tim sukses di Pemilu 2024.
Editor Politik dan Masyarakat TCID, Nurul Fitri Ramadhani mengatakan, program Panel Ahli Cek Fakta awalnya diinisiasi oleh TCID untuk melawan hoaks di tahun politik dengan melibatkan para akademisi.
Hal itu dilakukan supaya masyarakat dapat memperoleh informasi kredibel dan terhindar dari hoaks.
Untuk mengamplifikasi program tersebut, TCID lantas menggandeng Kompas.com, Tempo.co dan AJI agar informasi yang disajikan berdampak luas bagi mayarakat.
"Kita sadar pentingnya peran akademisi. Kita sebagai media menjembatani akademisi untuk bersama-sama menangkal penyebaran misinformasi, disinformasi, hoaks, berita palsu yang pastinya akan menyebar selama tahun politik," kara Nurul.
Baca juga: Kompas.com Bergabung di Kolaborasi Cek Fakta Pernyataan Politisi oleh Media dan Panel Ahli
Adapun dalam Panel Ahli Cek Fakta terdapat 72 relawan yang merupakan akademisi maupun peneliti dari berbagai disiplin ilmu.
Mereka akan memantau berbagai diskusi politik serta mengecek pernyataan yang dikeluarkan para kandidat, poltisi, maupun tim sukses di Pemilu 2024.
Selain itu, para akademisi juga akan menyajikan sejumlah data yang nantinya dapat dijadikan rujukan para pemeriksa fakta maupun media.
Pemimpin Redaksi TCID, Ika Krismantari menjelaskan, dalam program Panel Ahli Cek Fakta pihaknya cukup ketat dalam memilih para akademisi maupun peneliti yang akan dilibatkan.
Hal itu dilakukan untuk menghindari adanya akademisi yang menjadi partisan kelompok tertentu. Selain itu, juga untuk memastikan informasi yang diberikan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
"Waktu rekrutmen tahap pertama ada lebih dari 100 relawan yang daftar. Kemudian kami seleksi lagi untuk memastikan relawan ini bebas dari kepentingan. Akhirnya dari hasil seleksi pertama, sampai ke 50 relawan," kata Ika.
"Jadi memang itu menggambarakan betapa ketatnya proses penyaringan. Karena kami tahu ada risiko seperti ini, bahwa ada keberpihakan yang perlu kami perhatikan dan antisipasi sejak awal," ucapnya.
Baca juga: Survei Ipsos: Negara Penyelenggara Pemilu Khawatirkan Dampak Disinformasi