KOMPAS.com - Revolusi Perancis pada abad 18 menyimpan kisah tragis Louis XVI dan Marie-Antoinette.
Ketidakpuasan rakyat atas kondisi kerajaan menyebabkan mereka dieksekusi mati menggunakan guillotine.
Tragedi ini sekaligus menjadi tanda berakhirnya kekuasaan monarki di Perancis.
Baca juga: Latar Belakang Terjadinya Revolusi Perancis
Dikutip dari BBC, Louis XVI dan Marie-Antoinette menikah pada 16 Mei 1770 di usia yang masih belia.
Louis XVI lahir di Versailles pada 23 Agustus 1754. Ketika menikah, ia baru berusia 15 tahun dan Marie-Antoinette 14 tahun.
Marie-Antoinette merupakan anak dari Kaisar Romawi Suci Francis I dan Maria Theresa, Putri Agung Austria.
Pernikahan Louis XVI dan Marie-Antoinette diharapkan bisa memperbaiki hubungan Perancis-Austria yang kala itu bermusuhan.
Pada Mei 1774, Raja Louis XV wafat. Lantas, Louis XVI mewarisi takhta kerajaan dari kakeknya. Dia baru berusia 19 tahun saat menjadi Raja Perancis.
Sejak awal, Louis XVI terbilang tidak cocok menangani masalah keuangan. Sementara kondisi keuangan kerajaan sedang mengalami krisis, warisan dari pemerintahan kakeknya.
Kondisi finansial yang tidak stabil ini juga didorong oleh kesenjangan, politik, dan masalah lainnya.
Baca juga: Sid dan Nancy, Romansa Pasangan Punk Berakhir Tragis karena Overdosis
Marie-Antoinette-Josephe-Jeanne d'Autriche-Lorraine lahir pada 2 November 1755.
Dikutip dari Britannica, Marie-Antoinette tidak beruntung karena mendapat suami yang pemalu, lalai, dan tidak inisiatif.
Hal itu membuat Marie-Antoinette muda lebih senang membuat lingkar pertemanannya sendiri, meski tindakan itu rentan secara politik. Salah satu teman akrabnya adalah Princesse de Lamballe.
Karena kelemahan suaminya mengurus kerajaan, ia memainkan peran politik yang cukup menonjol.
Ia mengurus kebijakan dalam dan luar negeri Perancis. Marie-Antoinette sempat berupaya mengamankan kembali kekuasaan Etienne-Francois de Choiseul pada 1774, meski tidak berhasil.