KOMPAS.com - Rencana Elon Musk untuk menagih pengguna Twitter yang memiliki centang biru memicu kekhawatiran dan perbincangan publik.
Centang biru di Twitter merupakan tanda verifikasi bahwa akun tersebut dimiliki oleh orang atau institusi asli, serta memastikan akun itu bukan tiruan.
Belum ada kejelasan mengenai sejauh mana syarat dan ketentuan akun bercentang biru akan berubah.
Menanggapi rencana yang digembar-gemborkan pemilik baru Twitter tersebut, ada kekhawatiran soal kebebasan bicara hingga misinformasi yang hingga kini masih menjadi tantangan.
Kira-kira apa saja yang mungkin terjadi jika centang biru Twitter berbayar?
Awalnya, centang biru di Twitter dibuat untuk menghindari kerugian atas orang yang identitasnya dicuri untuk membuat sebuah akun.
Orang yang dinilai paling berisiko yakni pejabat resmi pemerintah, kandidat politik, organisasi dan staf berita, merek, selebriti, aktivis, pakar, dan pembuat konten. Twitter memberikan centang biru pada kategori tersebut.
Baca juga: Sejarah Centang Biru Twitter yang Bakal Jadi Fitur Berbayar
Dilansir dari Washington Post, Selasa (1/11/2022), Twitter pada dasarnya akan melakukan kebalikan dari konsep awal pembuatan fitur centang biru.
Gambaran kasarnya, jika akun asli yang telah terverifikasi tidak mampu membayar biaya bulanan sebesar 8 dollar AS (sekitar Rp 125.000), dia akan kehilangan centang birunya.
Pertanyaan berikutnya, jika pemilik akun kehilangan centang birunya, bagaimana pengguna dapat mengidentifikasi akun Twitter dengan identitas asli atau pemilik sebenarnya?
Lantas, apakah akan mudah bagi orang yang memiliki uang 8 dollar AS untuk membuat akun dengan identitas orang lain?
Meski belum jelas bagaimana centang biru berbayar akan mengubah Twitter, tetapi perubahan kebijakan ini berisiko mengakibatkan peningkatan misinformasi hingga peniruan.
Baca juga: Awal Mula Kebijakan Verifikasi dan Tanda Centang Biru Twitter
The Guardian, Selasa (1/11/2022) melaporkan sejumlah eksodus petinggi Twitter setelah pengambilalihan Elon Musk.
Beberapa di antaranya, yakni direktur tunggal perusahaan atau CEO Parag Agrawal, kepala kantor pelanggan dan iklan Sarah Personette, kepala people and diversity Dalana Brand, manajer umum untuk teknologi inti Nick Caldwell, kepala marketing Leslie Berland, kepala produk Twitter Jay Sullivan, hingga wakil presiden penjualan globalnya, Jean-Philippe Maheu.
Rencana Twitter bercentang biru berbayar tidak hanya berimbas pada eksodus karyawan, tetapi juga berisiko pada eksodus para penggunanya.