KOMPAS.com - Hari Laut Sedunia atau World Ocean Day diperingati setiap 8 Juni sejak disepakati Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2008.
Peringatan ini dibuat untuk menggalang kepedulian akan pentingnya merawat, menghargai, dan menjaga laut beserta ekosistemnya.
Salah satu masalah yang jadi perhatian dunia yakni keberadaan sampah plastik di laut yang mengancam ekosistem laut.
Tidak hanya menimbulkan risiko bagi keselamatan dan kesehatan hewan laut, rusaknya ekosistem laut juga berdampak pada kesehatan dan ekonomi bagi manusia.
Belum ada yang tahu jumlah pasti berapa banyak plastik di laut yang tidak bisa terurai.
Baca juga: Populasi Manusia Juni 2022 Diklaim Mencapai 8 Miliar, Benarkah?
Dikutip dari National Geographic, 24 Juli 2020, para ilmuwan memperkirakan pada 2015 jumlah akumulasi sampah plastik di laut sekitar 150 juta metrik ton.
Dengan jumlah tersebut, diperkirakan pada 2040 jumlah sampah plastik di laut bisa mencapai 600 juta metrik ton apabila tidak ada penanganan serius.
Mikroplastik tidak hanya ditemukan mengambang di permukaan air, tetapi hingga ke dasar laut.
The Ocean Cleanup, organisasi nirlaba yang mengembangkan teknologi untuk membersihkan lautan dari plastik, mencatat, diperkirakan 1,15-2,41 juta ton plastik memasuki laut setiap tahun dari sungai.
Sebagian besar plastik yang diambil terbuat dari polietilen kaku atau keras (PE) serta polipropilen (PP).
Ukurannya beragam, mulai dari pecahan kecil hingga benda yang lebih besar.
Martin Stuchtey, salah satu pendiri dan mitra pengelola SYSTEMIQ, perusahaan yang fokus pada perubahan sistem ekonomi berkelanjutan, berpendapat bahwa pertumbuhan populasi global dan peningkatan produksi plastik sekali pakai menjadi salah satu penyebabnya banyaknya sampah plastik di laut.
Menurutnya, pandemi Covid-19 menambah kekacauan. Turunnya harga minyak dunia telah membuat produksi plastik murni lebih murah dari sebelumnya.
Baca juga: Tren Keausan Batu di Candi Borobudur Terus Meningkat Setiap Tahun
Masyarakat berusaha mencari perlindungan dari paparan virus, sehingga permintaan barang-barang yang dilapisi plastik sekali pakai juga melonjak.
Sementara, hal ini tidak diimbangi oleh akses daur ulang yang memadai di setiap negara.
Daur ulang adalah salah satu cara paling efektif untuk mengurangi penggunaan plastik, tetapi Stuchtey mengungkapkan, saat ini dua miliar orang tidak memiliki akses ke sistem pengumpulan sampah dan daur ulang sampah.