Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aktivis Malari hingga 98 Berkumpul di Garut, Ada Apa?

Kompas.com - 18/06/2022, 20:28 WIB
Farid Assifa

Penulis

KOMPAS.com - Aktivis pergerakan lintas generasi akhir pekan ini berkumpul di tempat wisata Sundaj Campfire di area perkebunan teh Dayeuh Manggung, Cilawu Garut.

Sejumlah nama aktivis pergerakan tahun 70-an hingga tahun 2000-an, hadir dalam pertemuan itu.

Mereka di antaranya Hariman Siregar, Masinton Pasaribu, Abidin fikri, Muhammad Jumhur Hidayat, Sahganda Nainggolan, Feri Juliantoro, Andrianto, Mimih Haeruman, Saef Lukman, Agustiana, Santoso, Marlin Dinamikanto, Dedi Triawan dan beberapa aktivis Jawa Barat lainnya.

Hasanuddin, koordinator Siaga 98 yang jadi penanggung jawab Kemping Aktivis Lintas Generasi menjelaskan, kegiatan ini sengaja digelar untuk sekadar refleksi pergerakan aktivis mulai tahun 70-an, era reformasi hingga saat ini.

“Hanya sekadar refleksi pergerakan, silaturahmi antar aktivis, jarang-jarang kita bisa kumpul dalam suasana yang lebih cair, kemping bersama,” kata Hasanuddin, kepada Kompas.com via WhatsApp, Sabtu (19/06/2022).

Baca juga: Ancam Ketersediaan Air, Aktivis Lingkungan Tolak Pembangunan Tol Soreang-Ciwidey-Pangalengan

Hasan menuturkan, Garut sengaja dijadikan tempat untuk pelaksanaan kegiatan ini karena inisiasi acara ini juga dari para aktivis pergerakan di Garut, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jakarta yang intensif berkomunikasi selama masa pergolakan di era Orde Baru.

Melalui kemah aktivis lintas generasi ini cita-cita reformasi bisa terus dikawal oleh para aktivis baik yang berada di lingkaran pemerintah, partai politik dan penggerak-penggerak organisasi masyarakat.

“Salah satu isu yang kita lawan, jabatan presiden tiga periode, sudah selesai, tidak ada lagi pembahasan soal itu. Agenda-agenda lain reformasi masih harus terus diperjuangkan,” katanya.

Hariman Siregar, salah satu tokoh aktivis yang menjadi tokoh Malari tahun 74 silam yang hadir dalam kemah aktivis lintas generasi dan aktivis 98 ini mengungkapkan, ruang silaturahmi bagi aktivis pergerakan menjadi sebuah ruang penting untuk menjaga nilai-nilai moral pergerakan aktivis agar senantiasa berada di belakang kepentingam rakyat.

"Kita musti kembalikan nilai-nilai yang kita punya dulu, hal-hal yang common sense lah, jangan yang mboten-mboten lah," katanya.

Hariman melihat, 20 tahun lebih reformasi saat ini semua larut dan secara tidak disadari ditarik oleh kultur-kultur lama seperti adu domba, haus kekuasaan hingga struktur-struktur yang sudah terbangun untuk mendukung reformasi, tidak bisa terisi oleh nilai-nilai dan semangat baru, hingga struktur yang dibangun hilang artinya.

"Ada KPK, ada MA, tapi dalam perjalanannya kita lemahkan, jadi 20 tahun lebih ini kita kalah lagi, hingga harus ada istilah perombakan mental dan sebagainya," katanya.

Hariman melihat, kegiatan-kegiatan pertemuan antar aktivis lintas generasi saat ini menjadi hal penting untuk menjaga arah pergerakan aktivis ke depan agar senantiasa tetap berpihak pada kepentingan rakyat dan mengedepankan hal-hal yang sifatnya kemanusiaan mendasar.

Polarisasi masyarakat

Agustiana, tokoh pergerakan yang selama ini aktif mengorganisasi petani lewat organisasi Serikat Petani Pasundan (SPP) melihat, kondisi saat ini realitasnya ada polarisasi yang begitu kuat yang timbul karena elite, bukan karena dinamika pemikiran.

Polarisasi ini, menurut Agus tidak lepas dari adanya praktek dukung mendukung calon pada ajang Pemilu yang saat ini menjadi pestanya para elit politik. Polarisasi ini terjadi pada kelas tengah.

"Kenapa sulit nenyatu, terjadi polarisasi, karena mereka para pendukung yang ingin menyukseskan rezim," katanya.

Polarisasi ini, memurut Agus membuat demokrasi saat ini menjadi sakit. Karena, masing-masing pendukung calon begitu membenci calon lainnya.

"Satu pendukung capres yang lain melihat yang lain itu seperti haram, ini sakit demokrasi, ini kejahatan menurut saya, sakit demokrasi," katanya.

Untuk mengurai kondisi saat ini, menurut Agus perlu ada media-media peraga yang bisa menjadi contoh kebaikan-kebaikan seperti halnya saat para aktivis mengusung reformasi dahulu dengan mengedepankan etika dan akidah sehingga gerakan aktivis mempunyai nilai.

Baca juga: Kisah Amar Alfikar, Aktivis Transgender yang Kuliah di Inggris setelah Berkali-kali Gagal Raih Beasiswa

Kemah aktivis seperti saat ini, menurutnya bisa menjadi contoh dimana ditengah berbagai perbedaan dari para aktivis yang hadir saat ini, mereka bisa duduk bersama dan bersilaturahmi.

"Kemping ini pembelajaran bagi bangsa, ditengah perbedaan berbagai kelompok ideologi, tapi bisa bersatu, karena tarikannya cita-cita bangsa," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com