Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Awal Mula Terungkapnya Kasus Pencabulan 12 Santriwati oleh Guru Pesantren di Bandung

Informasi tersebut didapat langsung dari santriwati yang pertama kali mengungkap kasus asusila oleh pelaku pendidik agama itu.

Dedi menjalaskan, kasus itu terjadi sejak 4 tahun lalu dan baru terungkap bulan ini.

Awalnya, jelas Dedi, ada orangtua yang merupakan paman dari salah satu korban mengirimkan putrinya untuk menjadi santriwati di pesantren milik pelaku di kawasan Antapani, Kota Bandung.

Ketika berada di pesantren itu, santriwati yang baru itu merasa curiga dengan sejumlah rekannya di pesantren. Kecurigaan terutama tertuju pada sepupunya yang sudah lama menjadi santriwati.

Lalu santriwati yang baru itu kemudian melaporkan kepada ayahnya untuk mengecek kondisi sepupunya itu. Selanjutnya, sang ayah memberitahukan orangtua santriwati itu terkait kondisi putrinya.

Kemudian, pada Mei, salah satu korban itu pulang dan kemudian diinterograsi oleh orangtuanya. Awalnya, korban tidak mengaku sedang hamil karena ia takut. Namun setelah didesak, korban akhirnya berterus terang bahwa ia dihamili guru pesantrennya.

"Korban didoktrin untuk lebih takut pada guru daripada orangtuanya. Awalnya tidak mengaku, namun setelah didesak akhirnya mengaku," kata Dedi kepada Kompas.com via sambungan telepon WhatsApp, Minggu (12/12/2021).

Dedi melanjutkan, setelah itu, orangtua korban langsung membuat laporan ke Polda Jabar.

"Saat membuat laporan itu, pelaku masih menelepon korban agar segera pulang. Bahkan pelaku mengirimkan mobil untuk menjemput korban," jelas Dedi.

Dari situlah kemudian kasus pencabulan itu mulai terungkap. Para korbannya ternyata mencapai belasan orang.

Pelaku bangun panti asuhan untuk dapat bantuan

Dedi menjelaskan, dari cerita yang disampaikan oleh orangtua korban, pelaku sengaja menghamili santriwatinya untuk mendirikan panti asuhan. Tempat itu nantinya akan dijadikan pusat penampungan anak dari hasil perbuatan cabul pelaku terhadap para santrinya.

"Kemudian panti asuhan itu nantinya dijadikan ladang oleh pelaku untuk mendapat bantuan keuangan," kata Dedi.

Bahkan, lanjut Dedi, pesantren tersebut didirikan oleh pelaku untuk mendapat bantuan. Pelaku dari awal sudah berniat untuk mencabuli para santriwatinya sehingga ia mencari korbannya dari wilayah pedalaman yang dianggap masih lugu.

Dedi menyebutkan, pelaku berasal dari Garut, sementara istrinya dari Tasikmalaya. Karena dari Garut, pelaku mudah mencari korban di wilayahnya sendiri, yakni dari Garut selatan.

"Pelaku mengiming-imingi korbannya untuk sekolah dan pesantren gratis," kata Dedi.

Dedi mengatakan, sistem pengajarannya pun terbilang janggal. Santriwati diajarkan oleh pelaku, sementara santri laki-laki oleh istri pelaku.

"Kan biasanya di pesantren, santri perempuan oleh istri gurunya. Tapi ini terbalik. Dari awal sudah janggal," kata Dedi.

Sebelumnya, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Barat Komisaris Besar Erdi A Chaniago mengakui, pihaknya menerima laporan kasus pencabulan santriwati oleh guru pesantren pada 6 bulan lalu.

Namun polisi tidak merilis pengungkapan itu dengan alasan melindungi dampak psikologis dan sosial korban. Apalagi, para korbannya masih di bawah umur.

Erdi menjelaskan, kasus tersebut terungkap pada Mei 2021 lalu berawal dari laporan salah satu korban. Setelah diselidiki, korbannya bertambah hingga belasan orang.

"Sengaja selama ini tidak merilis dan tidak memublikasikan karena (korban) masih di bawah umur, menjaga dampak sosial dan dampak psikologis nantinya. Tapi, kita komitmen menindaklanjuti kasusnya. Sampai sekarang sudah P21 dan sekarang dalam proses persidangan," kata Erdi dilansir Kompas.com, Jumat (10/12/2021).

https://www.kompas.com/wiken/read/2021/12/12/073001681/awal-mula-terungkapnya-kasus-pencabulan-12-santriwati-oleh-guru-pesantren

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke