Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dan Janji Jokowi yang Meleset

Sebelumnya, Jokowi menyatakan bahwa proyek kereta cepat Jakarta-Bandung didanai dari penerbitan obligasi oleh konsorsium BUMN atau perusahaan patungan.

Selain itu, dana juga bisa diambil dari pinjaman konsorsium BUMN atau perusahaan patungan dari lembaga keuangan, baik dalam maupun luar negeri.

Aturan pendanaan proyek tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Namun janji Jokowi itu meleset. Prsiden kemudian merevisi Perpres tersebut menjadi Perpres Nomor 107 Tahun 2015. Aturan itu membolehkan dana proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung diambil dari APBN.

Hal itu diatur dalam Pasal 4 yang berbunyi:

(1) Pendanaan dalam rangka pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 bersumber dari: a. penerbitan obligasi oleh konsorsium badan usaha milik negara atau perusahaan patungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3);

b. pinjaman konsorsium badan usaha milik negara atau perusahaan patungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (3) dari lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan luar negeri atau multilateral; dan/atau

c. pendanaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

(2) Pendanaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal.

(3) Pembiayaan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Belanja Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:

a. penyertaan modal negara kepada pimpinan konsorsium badan usaha milik negara; dan/atau

b. penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium badan usaha milik negara.

Perubahan sumber dana proyek itu berawal dari keluhan Menteri BUMN Erick Thohir soal dana proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).

Menurut Erick, skema awal pendanaan proyek KCJB memperburuk kinerja keuangan BUMN. Erick pun meminta DPR menyetujui proyek kerja sama dengan China senilai Rp 4,1 tirliun itu didanai dari APBN.

Menuai kritik

Perubahan skema pendaan proyek KCJB itu menuai kritik dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).

Ketua Bidang Advoksi dan Kemasyarakatan MTI, Djoko Setijowarno menilai, rencana pendanaan proyek KCJB dari APBN itu tidak sesuai dengan janji pemerintah.

Sebagai informasi, penugasan proyek kereta cepat dikerjakan oleh konsorsium BUMN yang terdiri dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PTPN VIII, PT Jasa Marga (Persero), dan PT KAI (Persero).

Bersama dengan perusahaan China, keempat BUMN ini membentuk perusahaan patungan bernama PT Kereta Cepat Indonesia-China. Baik pihak BUMN Indonesia maupun China, sama-sama berkontribusi pada proyek tersebut sesuai porsi saham.

"Awalnya begitu (janjinya). Tapi ketika dikerjakan oleh BUMN karya yang belum pengalaman akhirnya pemerintah juga harus turun tangan. Sebelumnya juga terjadi di LRT Jabodetabek," jelas Djoko dalam keterangannya.

Ia mengatakan, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung bisa dikatakan bernasib sama dengan proyek LRT Jabodetabek. Pendanaan dua proyek ini akhirnya banyak bergantung pada KAI, di mana pemerintah akhirnya mengucurkan dana APBN yang tak sedikit lewat PMN yang diberikan untuk PT KAI.

Ia pun lantas mempertanyakan janji-janji yang sempat dilontarkan pemerintahan Presiden Jokowi, di mana dana proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tak akan menggunakan dana APBN sepeser pun.

Awalnya dilarang dari APBN

Dikutip dari pemberitaan Kontan, 30 September 2015, saat itu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Sofyan Djalil menegaskan, proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung tidak akan menggunakan uang rakyat.

Sofyan berujar, ada dua alasan dana APBN tidak akan dipakai dalam pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Pertama, perlambatan perekonomian Indonesia akibat kondisi ekonomi global mempengaruhi postur anggaran.

Dengan begitu, pemerintah lebih memilih pengalokasian anggaran untuk program prioritas lain ketimbang proyek kereta cepat. Apalagi, kebutuhan dana investasi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung lumayan besar, yakni sekitar Rp 60 triliun.

"Melemahnya kondisi ekonomi, kami akan memanfaatkan anggaran pemerintah untuk yang paling dibutuhkan," kata Sofyan di kantornya kala itu.

Kedua, proyek kereta cepat dinilai kurang tetap dengan program Nawacita yang bermaksud membangun Indonesia mulai dari pinggiran.

Sebab itu, pemerintah berencana akan memprioritaskan proyek-proyek di daerah lain yang masih membutuhkan infrastruktur dasar.

"Yang pasti tidak ada uang pemerintah, baik APBN, penyertaan modal negara (PMN) ke BUMN, maupun berupa jaminan pemerintah yang digunakan untuk proyek ini. Itu komitmennya baik untuk pemerintahan sekarang maupun yang akan datang," kata dia. (Sumber: Kompas.com/ Penulis: Muhammad Idris | Editor: Muhammad Idris)

https://www.kompas.com/wiken/read/2021/10/09/103908381/proyek-kereta-cepat-jakarta-bandung-dan-janji-jokowi-yang-meleset

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke