Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penelitian Mengungkap Anggapan Masyarakat Mesir Kuno tentang Galaksi Bima Sakti

Kompas.com - 16/04/2024, 21:00 WIB
Muhammad Zaenuddin

Penulis

KOMPAS.com - Galaksi secara sederhana didefinisikan sebagai sebuah sistem bintang dan materi antarbintang yang membentuk alam semesta.

Hampir semua galaksi lahir segera setelah alam semesta tercipta, kemudian galaksi-galaksi tersebut tersebar di seluruh ruang angkasa.

Galaksi terdiri dari debu, gas, materi gelap, dan jutaan hingga triliunan bintang yang disatukan oleh gravitasi.

Salah satu dari sekian banyak galaksi yang ada di alam semesta adalah galaksi Bima Sakti, di mana tata surya dan bumi tempat tinggal manusia berada.

Baca juga: Sering Dikira Sama, Ini Perbedaan Galaksi dan Tata Surya?


Galaksi Bima Sakti

Dikutip dari laman Britannica, galaksi Bima Sakti adalah sistem spiral besar yang terdiri dari beberapa ratus miliar bintang, termasuk di antaranya adalah Matahari.

Ia juga dikenal dengan nama Milky Way, nama yang diambil dari kumpulan bintang dan awan gas bercahaya tak beraturan yang membentang melintasi langit jika dilihat dari Bumi.

Piringan galaksi Bima Sakti berdiameter sekitar 100.000 tahun cahaya dan tebalnya hanya 1.000 tahun cahaya.

Sama seperti Bumi mengorbit matahari, tata surya juga diketahui mengorbit pusat Bima Sakti.

Meskipun meluncur melintasi ruang angkasa dengan kecepatan sekitar 828.000 kilometer per jam, tata surya membutuhkan waktu sekitar 250 juta tahun untuk menyelesaikan satu kali revolusi.

Baca juga: Teleskop James Webb Temukan Bukti Bintang Pertama di Alam Semesta, Terletak di Galaksi Terjauh

Anggapan masyarakat Mesir Kuno tentang Bima Sakti

Orang Mesir kuno diketahui sangat memperhatikan langit malam. Mereka menerapkan pengamatan astronomi mereka ke dalam agama, mitologi, dan perhitungan waktu.

Para ahli telah mengidentifikasi bulan, planet, dan bintang serta konstelasi tertentu dalam teks dan mural makam Mesir.

Ahli astrofisika Or Graur dari Universitas Portsmouth dan rekan-rekannya berpendapat bahwa dewi langit Nut mungkin telah dipahami oleh orang Mesir kuno sebagai ekspresi Bima Sakti.

Dilansir dari laman Archaeology, Nut, dewi langit, bintang, dan alam semesta, sering ditampilkan dengan bintang di sekujur tubuhnya dan melengkung di atas saudara lelakinya dan suaminya, Geb, dewa Bumi.

Baca juga: Mengenal Galaksi, Sistem Bintang yang Membentuk Alam Semesta

Para peneliti menganalisis teks-teks Mesir kuno, termasuk Kitab Nut, yang berfokus pada pergerakan bulan, matahari, planet, dan siklus bintang.

Mereka juga meninjau model Bima Sakti dari berbagai lokasi di Mesir antara 3.000 dan 4.000 tahun yang lalu, dan bagaimana penampakannya berubah sepanjang malam.

Halaman:

Terkini Lainnya

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Tren
Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Tren
Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Tren
Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Tren
Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Tren
Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com