Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Mitos Gerhana Matahari Total, dari Meracuni Makanan dan Penyebab Kebutaan

Kompas.com - 05/04/2024, 09:00 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - National Aeronautics and Space Administration (NASA) menyampaikan, sebagian wilayah di Bumi akan mengalami gerhana Matahari total pada Senin (8/4/2024).

Namun, fenomena gerhana Matahari total ini tidak akan terjadi di Indonesia dan hanya akan terjadi di sebagian Amerika Utara dengan setidaknya seluruh benua akan mengalami fase parsial atau fase sebagian.

Sementara itu, wilayah yang dilintasi oleh gerhana Matahari total akan mengalami kegelapan dalam waktu singkat, selama beberapa detik hingga menit, dikutip dari Space.

Gerhana Matahari total terjadi ketika Bulan baru berada tepat sejajar antara Bumi dan Matahari, sehingga kondisi ini menimbulkan bayangan yang disebut umbra.

Dari abad ke abad, selalu ada mitos terkait gerhana Matahari total yang banyak diyakini oleh  masyarakat.

Apa saja mitos tersebut?

Baca juga: Apakah Gerhana Matahari Total Akan Mengakibatkan Bumi Gelap Gulita?

Beberapa mitos gerhana Matahari total

1. Gerhana Matahari total bisa mengakibatkan kebutaan

Salah satu mitos tentang gerhana Matahari total yang sering kali beredar di masyarakat adalah gerhana Matahari total bisa mengakibatkan kebutaan.

Dikutip dari Live Science, cahaya pada gerhana Matahari memang berbahaya dan dapat merusak mata.

Namun, anggapan yang menyebutkan gerhana Matahari bisa mengakibatkan kebutaan terlalu berlebihan.

Faktanya, melihat gerhana Matahari secara langsung dengan mata telanjang hanya dapat mengakibatkan seseorang mengalami solar retinopathy.

Kondisi tersebut terjadi ketika cahaya yang terang dari Matahari mengenai mata secara langsung.

Akibatnya, hal itu dapat membuat penglihatan menjadi kabur dan sulit untuk melihat benda-benda secara detail.

Baca juga: Berapa Lama Bumi Akan Gelap Saat Gerhana Matahari Total 8 April 2024?

2. Wanita hamil tidak boleh melihat gerhana Matahari

Selanjutnya, mitos yang juga kerap muncul di masyarakat yakni mengenai wanita hamil yang tidak boleh melihat gerhana Matahari.

Mitos tersebut sering kali dikaitkan dengan adanya radiasi berbahaya bagi manusia selama gerhana Matahari total, terutama untuk bayi yang ada dalam kandungan.

Meski begitu, sains menunjukkan, jauh di dalam Matahari terdapat partikel yang disebut neutrino yang meluncur tanpa hambatan ke luar angkasa.

Neutrino itu melewati benda padat selama gerhana dan sedetik kemudian mencapai Bumi. Selanjutnya, setiap detik, tubuh manusia akan dihujani oleh triliunan neutrino tersebut.

Kemudian, satu-satunya konsekuensi adalah, setiap beberapa menit terdapat beberapa atom dalam tubuh yang ditransmutasikan menjadi isotop yang berbeda dengan menyerap neutrino.

Faktanya, fenomena luncuran partikel ini terjadi kapan saja, baik saat terjadi gerhana maupun saat tidak terjadi gerhana.

3. Tidak ada gerhana Matahari total di Kutub Utara dan Selatan

Ilustrasi gerhana Matahari.iStockphoto/peterschreiber.media Ilustrasi gerhana Matahari.
Dikutip dari Kompas.com (19/4/2023), salah satu mitos yang banyak beredar di masyarakat lainnya yakni anggapan tidak adanya gerhana Matahari total di Kutub Utara dan Selatan.

Faktanya, tidak ada yang unik mengenai Kutub Utara dan Kutub Selatan dari sudut pandang astronomi.

Sebab, sebelumnya gerhana Matahari total juga pernah terjadi di Kutub Utara, yakni pada 20 Maret 2015.

Saat itu, gerhana melewati Kutub Utara dan berakhir tepat pada Ekuinoks Musim Semi.

Sementara itu, gerhana Matahari total juga pernah terjadi di Kutub Selatan, tepatnya pada 23 November 2003.

Baca juga: Ilmuwan Sebut Akan Terjadi Ledakan Saat Gerhana Matahari 8 April 2024

4. Gerhana dapat meracuni makanan

Masih berkaitan dengan kesalahpahaman akan radiasi dari gerhana Matahari total, terdapat satu mitos yang mengatakan bahwa radiasi dari gerhana Matahari berbahaya untuk makanan. Sehingga, makanan tidak dapat dikonsumsi.

Jika benar demikian, seharusnya radiasi yang sama juga dapat merusak makanan di dapur atau tanaman di ladang.

Jika seseorang secara tidak sengaja keracunan makanan selama gerhana, maka orang di sekitarnya akan mengaitkannya dengan gerhana. Padahal, beberapa orang lain yang berada di tempat yang sama nyatanya tidak mengalami keracunan apapun.

5. Gerhana Matahari menandakan bencana

Dikutip dari India Times, langit yang berubah menjadi gelap secara tiba-tiba seperti halnya saat terjadi gerhana Matahari sering kali dikaitkan dengan mitos adanya pertanda buruk.

Meski demikian, hal tersebut tidaklah benar.

Pasalnya, keyakinan tentang gerhana menjadi pertanda buruk hanyalah takhayul yang berasal dari kepercayaan orang-orang dahulu. 

Hal ini lantaran saat itu mereka masih memiliki sedikit pengetahuan tentang tata surya dan rahasianya.

Baca juga: Apa Itu Gerhana Bulan Penumbra? Berikut Pengertian dan Penyebabnya

6. Bumi akan gelap gulita

Tak sedikit orang mengatakan bahwa gerhana Matahari total akan mengakibatkan Bumi menjadi gelap gulita.

Namun demikian, hal tersebut dibantah oleh astronom amatir Indonesia, Marufin Sudibyo.

Ia mengatakan, saat terjadi gerhana Matahari total, Bumi tidak akan menjadi gelap gulita sepenuhnya.

Sebab, menurut pengukuran-pengukuran tingkat kecerlangan langit dengan menggunakan ragam instrumen seperti fotometer dan sejenisnya menunjukkan, pada puncak gerhana Matahari total, langit akan sama redupnya dengan langit fajar, di kondisi sekitar 20 menit jelang Matahari terbit.

"Jadi masih ada warna kebiru-biruannya, meski jauh lebih gelap (dibanding siang hari)," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (2/4/2024).

Apabila seseorang saat itu sedang berada di pantai maka garis horizon (pertemuan antara langit dan laut) masih akan terlihat.

"Kemudian, di langit, hanya bintang-bintang terang (magnitudo 0 hingga +1) dan lima planet klasik (Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus) saja yang bisa terlihat," terang Marufin.

Marufin menyampaikan, kondisi gelap pada gerhana Matahari total berbeda dengan kondisi gelap gulita pada malam Bulan purnama, di mana tingkat kecerlangan langitnya 10 kali lebih kecil.

"Secara singkat dapat dikatakan, pada saat puncak gerhana Matahari total, maka langit masih 10 kali lebih terang dibanding langit malam yang berhias Bulan purnama," tambahnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com