Mahasiswa tersebut ternyata dipekerjakan secara non-prosedural dan dieksploitasi. Mereka harus membayar Rp 150 ribu ke rekening PT CVGEN dan 150 Euro untuk kepada PT SHB pembuatan letter of acceptance (LOA).
Setelah LOA terbit, mereka membayar 200 Euro ke PT SHB untuk pembuatan persetujuan otoritas dari Jerman atau working permit. Mereka juga dibebankan dana talangan Rp 30-50 juta dengan cara pemotongan upah kerja tiap bulan.
Mahasiswa yang menjadi korban melaksanakan ferienjob dalam kurun waktu tiga bulan dari Oktober hingga Desember 2023.
Dalam menjalankan aksinya, PT SHB menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi melalui MoU yang mengeklaim ferienjob masuk ke program MBKM dan menjanjikan program magang tersebut dapat dikonversikan ke 20 satuan kredit semester (SKS).
Nyatanya, program tersebut pernah diajukan ke Kemendikbudristek tapi ditolak karena kalender akademik Indonesia berbeda dengan Jerman.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan, program pemagangan dari luar negeri seharusnya melalui usulan dari KBRI atau kedutaan besar negara terkait.
"Jika dinilai bermanfaat dan sesuai dengan kebijakan yang ada di lingkungan Kemendikbudristek, maka akan diterbitkan surat endorsement bagi program tersebut," ujarnya, dikutip dari Kompas.com (20/3/2024).
Djuhandhani menambahkan, Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan Vokasi dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) juga menyebut program PT SHB tidak memenuhi kriteria pemagangan luar negeri.
Kemenaker juga menyatakan PT SHB tidak terdaftar sebagai perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) dalam data kementerian.
"Yang mana sehingga perusahaan tersebut tidak dapat digunakan untuk melakukan perekrutan dan pengiriman pekerja migran Indonesia ke luar negeri untuk bekerja dan juga magang di luar negeri tidaklah menerima gaji akan tetapi menerima uang saku," jelas dia.
Kini, Polri menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan TPPO mahasiswa. Dua tersangka berada di Jerman adalah perempuan berinisial ER alias EW (39) dan A alias AE (37).
Tiga tersangka lain berada di Indonesia. Mereka adalah perempuan inisial AJ (52) dan dua laki-laki yaitu SS (65) dan MZ (60).
Para tersangka disangkakan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.
Mereka juga dijera Pasal 81 UU No 17 Tahun 2017 tentang pelindungan pekerja migran Indonesia dengan ancaman pidana penjara maksimal sepuluh tahun dan pidana denda paling banyak Rp 15 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.