Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Surat Perjanjian Pranikah, Ini Ketentuan dan Cara Membuatnya

Kompas.com - 24/01/2024, 11:00 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

Kesepakatan yang dibuat dalam perjanjian tersebut harus disetujui kedua pihak dan tidak boleh melanggar peraturan perundang-undangan. Contohnya, suami tetap wajib memberikan nafkah kepada istri dan anaknya.

Pasangan yang belum menikah perlu membawa KTP saat membuat perjanjian pranikah di notaris. Sementara suami-istri perlu menunjukkan KTP dan akte perkawinan atau buku nikah sebagai bukti telah menikah.

"Surat yang dibuat di notaris tadi (kemudian) diserahkan ke Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) untuk umat non-Muslim dan ke KUA (Kantor Urusan Agama) untuk Muslim. Perjanjian itu akan dicatat di buku nikah," lanjut dia.

Perjanjian pranikah atau perjanjian perkawinan yang tidak tercatat berarti tidak berlaku.

Noor menambahkan, pasangan yang ingin membuat perjanjian pranikah atau perkawinan perlu membayar biaya notaris. Namun, besarnya biaya ini tergantung notaris yang dipilih. Tidak ada nominal pasti dalam UU terkait biaya tersebut.

Namun, dia menyebut, notaris yang berada di kota-kota besar jelas memiliki tarif pembuatan surat perjanjian pranikah yang lebih mahal bahkan mungkin dihargai dengan dollar AS.

Baca juga: Ramai soal Pesan Rias Wisuda untuk Pengantin di Acara Pernikahan, Apa Kerugiannya?

Isi dan tujuan perjanjian pranikah

Lebih lanjut, Noor mengungkapkan, perjanjian pranikah atau perkawinan umumnya mengatur pembagian harta antara suami-istri selama menjalin pernikahan.

"Substansi perjanjian itu harus diperhatikan agar tidak melanggar peraturan perundang-undangan, kesusilaan, adat istiadat, dan ketertiban," lanjutnya.

Menurut dia, perjanjian pranikah atau perkawinan juga dapat dibuat untuk mengatur hal-hal yang membuat suami-istri dapat memutuskan bercerai. Namun, keputusan akhir perceraian akan tetap diputuskan melalui persidangan dan putusan hakim di pengadilan.

Sementara itu, Noor menyebut, hak asuh anak akibat perceraian tidak dapat diatur melalui perjanjian ini. Hal tersebut karena hukum Indonesia memastikan orangtua wajib membesarkan anaknya.

Ketika perceraian terjadi, hakim pengadilan akan memutuskan pihak mana yang mendapatkan hak asuh anak.

"Kalau ada kesepakatan yang dilanggar di situ (perjanjian pranikah atau perkawinan) silakan saja digugat (ke pengadilan). Itu hubungannya (hukum) perdata," tambah dia.

Noor juga menegaskan, perjanjian ini harus dibuat dengan persetujuan pihak suami dan istri. Tidak boleh ada salah satu pihak yang memaksa pihak lainnya.

Sementara itu, lanjutnya, perjanjian pranikah atau perkawinan dapat dibatalkan oleh pasangan suami-istri yang bersangkutan.

Pembatalan perjanjian tersebut dapat dilakukan kembali melalui notaris. Ketika sudah dibatalkan, pasangan suami-istri harus melaporkan ulang ke Dukcapil atau KUA untuk menarik perjanjian yang tertulis di akte perkawinan atau buku nikah.

Terpisah, Kepala Sub Direktorat Penghulu Kementerian Agama (Kemenag) Anwar Fuadi membenarkan surat pranikah harus dibuat di notaris.

"(Kemudian) didaftarkan ke KUA tempat yang bersangkutan menikah," imbuhnya, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (23/1/2024).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com