Korupsi proyek Kemendagri ini setidaknya dimulai setelah rapat pembahasan anggaran pada Februari 2010.
Saat itu, Irman yang masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri dimintai sejumlah uang oleh Ketua Komisi II DPR Burhanudin Napitupulu.
Permintaan uang itu bertujuan agar usulan anggaran proyek e-KTP yang diajukan Kemendagri disetujui oleh Komisi II DPR.
Sebagai informasi, proyek e-KTP ini memang dibahas di Komisi II DPR, sebagai mitra dari Kemendagri.
Irman kemudian menyetujui permintaan tersebut, dan menyatakan pemberian fee kepada anggota DPR akan diselesaikan oleh Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Irman sendiri bekerja sama dengan Andi Narogong agar perusahaannya dimenangkan dalam tender proyek e-KTP.
Andi dan Irman lantas meminta bantuan kepada Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar. Mereka berharap agar Novanto dapat mendukung dalam penentuan anggaran proyek ini.
Novanto pun menyatakan akan mengoordinasikan dengan pimpinan fraksi yang lain agar memuluskan pembahasan anggaran proyek e-KTP di Komisi II DPR.
Beberapa nama disebut-sebut ikut dalam sejumlah pertemuan untuk membahas anggaran proyek e-KTP, termasuk Nazaruddin dan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR kala itu, Anas Urbaningrum.
Dari beberapa kali pertemuan, disepakati bahwa anggaran proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun.
Sebanyak 51 persen dari total anggaran, Rp 2,662 triliun, akan digunakan untuk belanja modal atau belanja riil proyek.
Sedangkan sisanya, seperti dilansir Kompas.com, sebanyak 49 persen atau Rp 2,5 triliun akan dibagi-bagi dengan perincian:
Sementara itu, dalam proses pengadaan barang, Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto diangkat oleh Irman sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Pada pelaksanaan pengadaan, Sugiharto menetapkan dan menyetujui harga perkiraan sendiri (HPS) yang telah digelembungkan.
Sejumlah pihak membentuk konsorsium dalam pengerjaan proyek ini, dengan anggota mulai dari pejabat Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), serta perwakilan vendor-vendor (PT Sucofindo, PT LEN, PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra).
PNRI disepakati menjadi pemimpin konsorsium. Hal ini agar mudah diatur karena konsorsium dipersiapkan sebagai pemenang lelang pekerjaan e-KTP.
Nama Setya Novanto sejak awal memang sudah disebut-sebut terlibat dalam kasus korupsi e-KTP.
Namun, keterlibatan mantan Ketua Umum Golkar itu semakin kuat setelah namanya disebut dalam sidang perdana kasus tersebut dengan Sugiharto dan Irman sebagai terdakwa.
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Tipikor, Kamis (9/3/2017), Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun.
Novanto sempat membantah dan mengelak. Ia bahkan mengajukan praperadilan atas penetapan statusnya sebagai tersangka.