Dikutip dari Kompas.com (23/8/2022), pada 1942, saat masa penjajahan Jepang, sekolah tempat Soedirman mengajar sebagai guru ditutup dan dialihfungsikan menjadi pos militer.
Ketika itu, Soedirman diminta untuk memimpin sebuah tim di Cilacap dalam menghadapi Jepang dan diminta melakukan negosiasi agar sekolah kembali dibuka. Negosiasi tersebut berjalan lancar.
Kemudian pada 1944, Soedirman diminta bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA) dan diangkat menjadi komandan.
Adapun PETA awalnya didirikan Jepang pada Oktober 1943 untuk membantu melawan invasi Sekutu dalam Perang Dunia II.
Baca juga: 20 Twibbon Hari Pahlawan dan Sejarah 10 November
Namun setelah Jepang menyerah dalam Perang Dunia II, dan Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Soedirman kemudian memerintahkan rekan-rekannya untuk kembali ke daerah asal.
Soedirman kemudian pergi ke Jakarta untuk bertemu Presiden Soekarno yang saat itu memintanya untuk memimpin perlawanan di kota.
Soedirman saat itu merasa tak menguasai medan di Jakarta sehingga menolak permintaan itu.
Ia kemudian menawarkan diri untuk memimpin pasukan di Kroya yang saat ini masuk di wilayah Kabupaten Cilacap.
Pada 19 Agustus 1945, Soedirman lantas memimpin pasukannya untuk menghadapi Belanda yang kembali ke Indonesia bersama tentara Inggris.
Saat Badan Keamanan Rakyat (BKR) dibentuk, Soedirman dan pasukannya kemudian dijadikan bagian dari Divisi V pada 20 Oktober 1945 oleh Panglima Sementara Oerip Soemohardjo.
Baca juga: Siapa Pahlawan Pertama yang Menghiasi Uang Rupiah?
Pada November 1945, terdapat pemilihan panglima besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Yogyakarta.
Ketika itu Soedirman dan Oerip Soemohardjo menjadi kandidat.
Soedirman kemudian terpilih sebagai Panglima Besar TKR, dan Oerip Soemohardjo menjadi kepala stafnya.
Ketika itu meskipun belum dilantik secara resmi, Soedirman mengerahkan pasukannya untuk menyerang Inggris dan Belanda di Ambarawa.