KOMPAS.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memutuskan mencopot Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK.
Putusan tersebut dibacakan Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Anwar diberhentikan sebagai Ketua MK setelah terbukti melakukan pelanggaran etik berat.
Pelanggaran tersebut terkait Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Hasil dari putusan tersebut Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka bisa maju sebagai cawapres meskipun usianya belum 40 tahun.
Diketahui, Anwar Usman merupakan paman dari Gibran atau adik ipar Presiden Joko Widodo.
Meskipun telah dicopot dari posisi Ketua MK, Anwar Usman tidak menyatakan akan mundur dari MK. Anwar menyebutkan, dirinya mengaku sebagai korban fitnah.
"Saat ini, harkat, derajat, martabat saya sebagai hakim karier selama hampir 40 tahun, dilumatkan oleh fitnah yang keji. Tetapi saya tidak pernah berkecil hati dan pantang mundur, dalam menegakkan hukum dan keadilan di negara tercinta," ujarnya dikutip dari Kompas.com, Rabu (8/11/2023).
Gelombang desakan yang meminta Anwar mundur dari MK mengalir usai MKMK memberhentikannya dari posisi ketua.
Berikut beberapa pihak yang mendesak Anwar angkat kaki dari MK.
Ketua Badan Pengurus Setara Institute Ismail Hasan meminta agar Anwar mundur dari jabatannya sebagai Hakim MK.
Anwar sebaiknya mundur guna memulihkan marwah MK sebagai lembaga yudikatif dan tidak menjadi beban yang berkepanjangan.
Ismail mengatakan, masih ada ruang agar kualitas demokrasi dipulihkan dari kecacatan etik Anwar.
Ia juga menyampaikan, masih ada perkara uji materiil soal batas minimal usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diputuskan MK.
"Untuk memulihkan marwah mahkamah, Setara Institute mendesak Anwar Usman mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Hakim MK, sehingga tidak lagi membebani mahkamah," ujar Ismail dikutip dari Kompas.com, Rabu.
"Meski tidak akan mampu menahan laju Gibran masuk gelanggang Pilpres (pemilihan presiden), karena syarat verifikasi calon presiden dan calon wakil presiden," sambungnya.
Di sisi lain, Ismail juga menilai pelanggaran berat yang dilakukan Anwar secara moral dan politik membuktikan bahwa Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 bukan diputus keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
Putusan tersebut justru mengakomodir kepentingan untuk memupuk kekuasaan.
"Secara moral dan politik, Putusan 90 kehilangan legitimasi," ujar Ismail dikutip dari Kompas.com, Rabu.
Baca juga: Pertaruhan Kubu Prabowo-Gibran Usai Anwar Usman Terbukti Langgar Etik...