Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hendry Roris P Sianturi
Pengajar

Pengajar di Universitas Singaperbangsa Karawang, Lulusan Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia

Kontestasi Narasi Kasus Kopi Sianida di Podcast

Kompas.com - 18/10/2023, 15:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA 27 Oktober 2016, sehari sebelum Hari Sumpah Pemuda (pemudi), Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, memvonis seorang pemudi. Namanya, Jessica Kumala Wongso. Pada 9 Oktober lalu, Jessica genap ke 35 tahun.

Majelis hakim menetapkan Jessica sebagai pembunuh Mirna Salihin, dengan menggunakan kopi yang mengandung sianida.

Karena diyakini bersalah, hakim memvonis kurungan penjara kepada Jessica selama 20 tahun. Merasa tidak bersalah, Jessica mengajukan banding ke pengadilan tinggi, tetapi ditolak.

Jessica kembali menempuh proses hukum hingga kasasi di Mahkamah Agung, tetap juga kalah. Lalu, Jessica mengajukan pengajuan kembali (PK) alias upaya hukum luar biasa. Toh, PK Jessica ditolak.

Seperti tak puas, Jessica mengajukan PK kedua. Lagi-lagi ditolak. Vonis 20 tahun kurungan penjara untuk Jessica tidak berubah. Jika ditotal, ada 15 hakim yang bergeming dan sepakat kalau Jessica adalah pembunuh Mirna.

Tujuh tahun berlalu, tiba-tiba kasus kopi sianida mencuat lagi. Pemicunya adalah film "Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso", yang disiarkan Netflix baru-baru ini. Film dokumenter itu seperti membangkitkan pertarungan narasi yang tujuh tahun belum tuntas.

Film Ice Cold ini mampu menciptakan propaganda. Meminjam istilah Richard Taylor dan Irawanto (2004), bahwa film, termasuk film dokumenter, sebagai the only truly mass medium. Dan film dokumenter seringkali memunculkan pesan bernuansa propaganda (Fachruddin, 2012).

Tujuan propaganda film dokumenter, selain mengubah opini publik (Liliweri: 2011), juga bisa mengontrol opini publik tersebut (Harold Dwight Lasswell: 1927).

Tujuh tahun lalu, Jessica boleh saja menjadi korban trial by the press, dihakimi ramai-ramai oleh media massa dan publik (Muhammad Ridwan S: 2017). Namun setelah muncul film dokumenter Ice Cold, narasi mulai bergeser.

Saat ini mulai banyak yang beranggapan bahwa Jessica adalah korban prosedur hukum yang salah. Pertarungan narasi tidak lagi di media massa, melainkan beralih ke new media (media baru), seperti di kanal podcast.

Sebagai produk media baru, mengutip McQuail (2011) podcast memiliki keterhubungan, akses luas terhadap khalayak dan dapat dijangkau kapanpun dan di manapun. Karena itu podcast menjadi salah satu “arena” publik paling pamor untuk menyampaikan narasi.

Pertarungan narasi yang sengit terjadi antara program podcast di kanal Youtube dr. Richard Lee, MARS (@drRichard_Lee) versus kanal youtube CURHAT BANG Denny Sumargo (@curhatbang).

Secara popularitas, dua akun Youtube tersebut sama populernya. Jumlah subscriber akun Youtube Richard Lee sekitar 4,49 juta pengguna. Sedangkan subscriber akun Youtube Denny Sumargo sekitar 5,18 juta pengguna.

Kedua akun ini menyajikan dua narasi berbeda. Sahut-sahutan narasi kasus kopi sianida di dua podcast ini dimulai ketika akun Youtube Richard Lee menyiarkan podcast wawancara Dr. Djaja, saksi ahli yang meringankan Jessica.

Dalam perbincangan yang ditayangkan pada 6 Oktober 2023, di Podcast Richard Lee, Djaja sangat meyakini kalau Mirna tidak meninggal karena racun sianida.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com