Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kontestasi Narasi Kasus Kopi Sianida di Podcast

Majelis hakim menetapkan Jessica sebagai pembunuh Mirna Salihin, dengan menggunakan kopi yang mengandung sianida.

Karena diyakini bersalah, hakim memvonis kurungan penjara kepada Jessica selama 20 tahun. Merasa tidak bersalah, Jessica mengajukan banding ke pengadilan tinggi, tetapi ditolak.

Jessica kembali menempuh proses hukum hingga kasasi di Mahkamah Agung, tetap juga kalah. Lalu, Jessica mengajukan pengajuan kembali (PK) alias upaya hukum luar biasa. Toh, PK Jessica ditolak.

Seperti tak puas, Jessica mengajukan PK kedua. Lagi-lagi ditolak. Vonis 20 tahun kurungan penjara untuk Jessica tidak berubah. Jika ditotal, ada 15 hakim yang bergeming dan sepakat kalau Jessica adalah pembunuh Mirna.

Tujuh tahun berlalu, tiba-tiba kasus kopi sianida mencuat lagi. Pemicunya adalah film "Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso", yang disiarkan Netflix baru-baru ini. Film dokumenter itu seperti membangkitkan pertarungan narasi yang tujuh tahun belum tuntas.

Film Ice Cold ini mampu menciptakan propaganda. Meminjam istilah Richard Taylor dan Irawanto (2004), bahwa film, termasuk film dokumenter, sebagai the only truly mass medium. Dan film dokumenter seringkali memunculkan pesan bernuansa propaganda (Fachruddin, 2012).

Tujuan propaganda film dokumenter, selain mengubah opini publik (Liliweri: 2011), juga bisa mengontrol opini publik tersebut (Harold Dwight Lasswell: 1927).

Tujuh tahun lalu, Jessica boleh saja menjadi korban trial by the press, dihakimi ramai-ramai oleh media massa dan publik (Muhammad Ridwan S: 2017). Namun setelah muncul film dokumenter Ice Cold, narasi mulai bergeser.

Saat ini mulai banyak yang beranggapan bahwa Jessica adalah korban prosedur hukum yang salah. Pertarungan narasi tidak lagi di media massa, melainkan beralih ke new media (media baru), seperti di kanal podcast.

Sebagai produk media baru, mengutip McQuail (2011) podcast memiliki keterhubungan, akses luas terhadap khalayak dan dapat dijangkau kapanpun dan di manapun. Karena itu podcast menjadi salah satu “arena” publik paling pamor untuk menyampaikan narasi.

Pertarungan narasi yang sengit terjadi antara program podcast di kanal Youtube dr. Richard Lee, MARS (@drRichard_Lee) versus kanal youtube CURHAT BANG Denny Sumargo (@curhatbang).

Secara popularitas, dua akun Youtube tersebut sama populernya. Jumlah subscriber akun Youtube Richard Lee sekitar 4,49 juta pengguna. Sedangkan subscriber akun Youtube Denny Sumargo sekitar 5,18 juta pengguna.

Kedua akun ini menyajikan dua narasi berbeda. Sahut-sahutan narasi kasus kopi sianida di dua podcast ini dimulai ketika akun Youtube Richard Lee menyiarkan podcast wawancara Dr. Djaja, saksi ahli yang meringankan Jessica.

Dalam perbincangan yang ditayangkan pada 6 Oktober 2023, di Podcast Richard Lee, Djaja sangat meyakini kalau Mirna tidak meninggal karena racun sianida.

Narasi-narasi di podcast berjudul “DR. DJAJA : MIRNA BUKAN MATI KARENA SIANIDA?! INI FAKTA FORENSIK YANG TERABAIKAN?!” kencenderungan mengadvokasi Jessica.

Djaja dalam tanggapannya juga menilai bahwa penyebab mati tidak wajar, wajib dipastikan melalui autopsi. Tanpa autopsi, pihak penegak hukum tidak bisa menyebut bahwa seseorang terbunuh karena racun zat kimia.

Podcast antara Richard Lee dengan Dr.Djaja telah ditonton 5.982.704 kali dan mendapat 24.431 komentar. Jumlah likes siaran berdurasi 63 menit itu, mencapai 139.000 likes per 17 Oktober.

Empat hari kemudian, giliran Denny Sumargo menyiarkan podcast wawancaranya dengan dua narasumber, yaitu Shandy Handika dan Edward Omar Sharif Hiariej.

Shandy merupakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus kopi sianida yang mendakwa dan menuntut Jessica. Sedangkan Edward, saksi ahli yang memberatkan Jessica.

Dalam perbincangan dengan dua narasumber tersebut, Denny Sumargo kerap mengajukan pertanyaan yang seringkali diperdebatkan masyarakat. Misalnya, soal narasi yang muncul tentang tidak adanya autopsi dalam proses pembuktian kasus pembunuhan Mirna.

Edward, yang saat ini menjabat Wakil Menteri Hukum dan HAM, membantah ketiadaan prosedur autopsi.

Menurut dia, penegak hukum sudah melakukan autopsi. Mereka mengambil sampel dari lambung, empedu, hati, dan diuji di laboratorium forensik. Hasilnya disampaikan profesor Budi Sampurna ketika di persidangan.

Dan diketahui bahwa ada NaCN, rangkaian senyawa Natrium dan Sianida, di tubuh Mirna. Jumlah ion sianida 0,2 mg/liter, dan natrium 950 mg/liter. Bagi Budi Sampurna, jumlah tersebut cukup melenyapkan nyawa manusia.

Mengacu penjelasan Budi tersebut, menurut Edward, masyarakat mengajak agar tidak membaca data secara parsial. Karena yang dimasukkan ke dalam tubuh itu dalam bentuk garam, NaCN, tidak hanya sianida saja.

Dalam video berdurasi hampir 74 menit itu, Jaksa Shandy juga mengatakan bahwa kemasan sedotan untuk minuman Mirna sudah terbuka. Berdasarkan kesaksian saksi mata, sedotan sudah masuk ke gelas Mirna.

Per 17 Oktober, video itu telah ditonton 3.284.497 kali dan ada 43.048 komentar dan 50.000 likes dari warganet.

Tayangan berjudul “ICE COLD SIANIDA JESSICA, TEMUKAN BUKTI BARU, JESSICA BISA BEBAS ? (SHANDY & PROF EDY)-Curhat Bang” tersebut memberikan porsi banyak bagi Shandy dan Edward.

Keduanya diberikan ruang untuk meyakinkan masyarakat bahwa tidak ada prosedur yang salah dalam proses hukum kasus kopi sianida.

Empat hari setelah podcast Denny Soemargo tayang, akun Youtube dr. Richard Lee kembali menayangkan podcast tentang kasus kopi sianida. Kali ini tamunya adalah Otto Hasibuan, pengacara Jessica.

Bahkan akun Youtube Richard Lee menyiarkan dua kali tayangan podcast Otto, yaitu tanggal 14 Oktober dan 15 Oktober 2023. Total durasi kedua tayangan tersebut sekitar 112 menit.

Pada tayangan 14 dan 15 Oktober, Otto kembali menegaskan bahwa banyak prosedur hukum yang salah dalam penanganan kasus kopi sianida. Dia juga menyebutkan bahwa Jessica seharusnya dibebaskan.

Dari kontestasi narasi di atas, ada fenomena di mana terjadi pergeseran penggunaan media dewasa ini. Para narasumber atau sumber informasi, tidak lagi menggunakan media massa sebagai corong utama menyampaikan narasinya.

Tak sedikit para narasumber menggunakan podcast (sering disebut siniar), dengan berbagai “keunggulannya” dibandingkan media massa.

Menukil hasil survei Jakpat (2020), penonton podcast di Indonesia berusia 15-19 tahun sebesar 22,1 persen, 20-24 tahun sebesar 22,2 persen, dan 25-29 tahun sebesar 19,9 persen.

Jika ditotal, maka penonton podcast usia 15-29 tahun mencapai 64,2 persen dari total pengguna podcast.

Data penonton podcast berdasarkan usianya ternyata memiliki irisan yang besar jika dikorelasikan dengan usia pengguna Netflix. Survei Statista.com menunjukkan bahwa sebanyak 65 persen pengguna Netflix berasal dari usia 18-29 tahun.

Dari irisan data ini, dapat dimaknai bahwa penonton podcast juga pengguna Netflix. Itu artinya, podcast menjadi medium strategis untuk menciptakan pertarungan narasi kasus kopi sianida setelah film dokumenter pembunuhan itu, diputar di Netflix.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/10/18/150254565/kontestasi-narasi-kasus-kopi-sianida-di-podcast

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke