Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Baru Temukan Cara Deteksi Dini Kanker lewat Urine

Kompas.com - 04/10/2023, 14:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Deteksi dini kanker dapat meningkatkan kelangsungan hidup seseorang. Namun, langkah ini kerap menelan biaya tak murah dan waktu yang lama.

Untungnya, dalam studi Nature Nanotechnology, para ilmuwan telah menemukan teknologi baru yang membantu diagnosis dini kanker hanya melalui tes urine sederhana.

Dilansir dari Medical Daily, Selasa (3/10/2023), para peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) Amerika Serikat mengembangkan sensor nanopartikel baru yang dapat mendeteksi kanker.

Melalui tes urine yang dilakukan menggunakan selembar kertas, diagnosis kanker akan menjadi lebih sederhana dan terjangkau bagi masyarakat.

"Kami mencoba berinovasi dalam membuat teknologi yang tersedia bagi kelompok dengan sumber daya rendah dan menengah," kata penulis senior studi, Sangeeta Bhatia.

Bhatia melanjutkan, mewujudkan diagnostik ini adalah bagian dari tujuan peneliti untuk menciptakan teknologi murah dengan jawaban cepat.

Nanopartikel adalah variasi dari jenis biomarker (respons biologis terhadap bahan pencemar) sintetis atau buatan yang dikembangkan di laboratorium Bathia.

Sensor nanopartikel tersebut dirancang untuk mendeteksi berbagai protein kanker, membedakan jenis tumor, serta mengevaluasi responsnya terhadap pengobatan.

Dikutip dari MIT Technology Review, Selasa (27/6/2023), saat sensor bertemu dengan tumor, mereka akan melepaskan rangkaian pendek DNA yang dikeluarkan melalui urine.

Analisis terhadap "barcode" atau tanda DNA itu dapat mengungkapkan ciri-ciri yang membedakan tumor atau kanker pasien tertentu.

Baca juga: Vaksin Kanker Serviks Gratis Bakal Sasar Anak SD, Kapan Dimulai?


Menggunakan sensor nanopartikel

Selama beberapa tahun, laboratorium Bhatia telah mengembangkan biomarker sintetis yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kanker.

Penelitian ini didasarkan pada konsep pendeteksian biomarker kanker, seperti protein atau sel tumor yang ada dalam sampel darah pasien.

Dilansir dari News Medical, Selasa (25/4/2023), biomarker yang terbentuk secara alami ini sangat langka, sehingga hampir mustahil untuk menemukannya, terutama pada tahap awal penyakit.

Namun, biomarker sintetis dapat digunakan untuk memperkuat perubahan kecil yang terjadi pada tumor dengan ukuran masih kecil.

Pada penelitian sebelumnya, Bhatia menciptakan nanopartikel yang dapat mendeteksi aktivitas enzim protease yang membantu sel kanker keluar dari lokasi aslinya.

Deteksi tersebut dilakukan dengan memotong protein matriks ekstraseluler.

Nanopartikel itu dilapisi dengan molekul peptida yang dipecah oleh enzim protease berbeda. Usai peptida dilepaskan ke aliran darah, molekul ini akan lebih mudah terdeteksi dalam urine.

Biomarker menggunakan peptida asli dirancang untuk dideteksi berdasarkan rekayasa menggunakan spektrometer massa.

Namun, peralatan semacam ini tidak tersedia di lingkungan dengan sumber daya terbatas, sehingga para peneliti mulai mengembangkan sensor yang lebih mudah dan terjangkau.

Adapun cara tersebut, yakni menggunakan barcode atau kode batang DNA yang dapat dibaca menggunakan teknologi CRISPR.

Mirip dengan peptida asli, setiap kode batang DNA dilekatkan pada sensor nanopartikel melalui penghubung yang dapat dibelah oleh enzim protease tertentu.

Jika ternyata terdapat protease, molekul DNA akan dilepaskan dan akhirnya berakhir di dalam aliran urine.

Setelah sensor tersebut disekresikan ke dalam urine, sampel dapat dianalisis menggunakan strip kertas yang mengenali DNA yang diaktifkan enzim CRISPR bernama Cas12a.

Ketika kode batang DNA tertentu terdapat dalam sampel urine, Cas12a akan memperkuat sinyal, sehingga muncul garis-garis gelap pada kertas tes.

Baca juga: Tubuh Pegal-pegal Bisa Jadi Gejala Kanker Tulang, Dokter Jelaskan Ini

Ada barcode tanda tumor dan kanker

Mantan peneliti MIT dan penulis utama studi, Liangliang Hao mengatakan, pengujian pada tikus menunjukkan bahwa panel yang terdiri dari lima kode batang DNA dapat secara akurat membedakan tumor.

"Tujuan kami di sini adalah untuk membangun tanda-tanda penyakit dan melihat apakah kita dapat menggunakan panel barcode ini tidak hanya untuk membaca suatu penyakit, tetapi juga mengklasifikasikan suatu penyakit atau membedakan berbagai jenis kanker," kata Hao.

Sementara itu, untuk digunakan pada manusia, para peneliti memperkirakan perlu menggunakan lebih dari lima kode batang karena ada begitu banyak variasi tumor.

Untuk membantu mencapai tujuan tersebut, mereka bekerja sama dengan para peneliti di Broad Institute of MIT dan Harvard University yang dipimpin oleh Profesor Pardis Sabeti.

Kerja sama ini menghasilkan chip mikrofluida yang dapat digunakan untuk membaca hingga 46 kode batang DNA berbeda dari satu sampel.

Bukan hanya mendeteksi kanker, tes ini juga dapat mengukur seberapa baik tumor pasien merespons pengobatan dan kemungkinan kambuh setelah pengobatan.

Adapun saat ini, para peneliti tengah berupaya mengembangkan partikel lebih lanjut dengan tujuan mengujinya pada manusia.

Glympse Bio, sebuah perusahaan yang didirikan bersama oleh Bhatia, telah melakukan uji klinis fase pertama terhadap versi awal partikel diagnostik urine dan menemukan bahwa partikel tersebut aman untuk pasien.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Tren
Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Tren
8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

Tren
Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com