Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Nama Unik "Alien", "Sapi", dan "Sholatdong", Bagaimana Aturannya?

Kompas.com - 11/05/2023, 15:00 WIB
Diva Lufiana Putri,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belakangan, lini masa Twitter ramai memperbincangkan nama-nama unik warga negara Indonesia (WNI).

Topik seputar nama ini kembali diangkat dalam sebuah utas oleh akun Twitter ini, Senin (8/5/2023).

"KUMPULAN NAMA UNIK ORANG INDONESIA, A thread," tulisnya mengawali utas Twitter.

Tampak dalam unggahan, kumpulan nama-nama Indonesia yang dianggap tidak biasa.

Misalnya, warganet yang menceritakan bahwa muridnya memiliki nama "Koreana Ippeun Hana Agassei".

Ada pula warganet yang membagikan nama hanya terdiri dari satu kata, seperti "Alien", "Sholatdong", dan "Sapi".

Utas ini pun menarik perhatian warganet dan menuai lebih dari 1,7 juta tayangan, 26.000 suka, serta 3.000 twit ulang hingga Kamis (11/5/2023).

Lantas, bagaimana aturan pemberian nama di Indonesia?

Baca juga: Ganti Nama di Dokumen Kependudukan seperti Kris Dayanti, Bagaimana Cara dan Biayanya?


Indonesia punya Permendagri Nomor 73 Tahun 2022

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri) Teguh Setyabudi menjelaskan, Indonesia telah mengatur pemberian nama.

Menurut dia, aturan pemberian nama tersebut tertuang dalam Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan, dan berlaku sejak April 2022.

"Namun, tentunya pengaturan pemberian nama tersebut adalah untuk nama-nama anak yang akan lahir ke depannya semenjak berlaku aturan tersebut," ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (11/5/2023).

Sementara itu, untuk nama-nama yang sudah ada sebelum berlakunya Permendagri Nomor 73 Tahun 2022, masih tetap dapat digunakan.

Baca juga: Saat Nama Anak Terlalu Panjang dan Menyulitkan Pengurusan Dokumen...

Kendati demikian, Teguh mengakui, memang banyak nama dalam basis data kependudukan yang kurang atau tidak sesuai dengan norma-norma berlaku.

Nama tersebut, baik tidak sesuai secara adat, budaya, atau norma sosial di dalam masyarakat.

"Misal sebagai contoh, Hantu, Iblis, Tikus, atau yang sedang viral di Twitter," ungkap Teguh.

Selain itu, ada pula nama yang sulit dibaca dan memakai angka-angka, seperti "6 ("A") 9".

Begitu juga dengan nama yang terlalu panjang, contohnya "Ikajek Bagas Paksi Wahyu Sarjana Kesuma Adi".

Atas dasar fenomena di masyarakat itulah, menurut Teguh, Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 lahir.

"Supaya ke depannya nama-nama anak sebaiknya penuh makna karena nama itu juga adalah doa dan harapan, serta supaya ke depannya bisa menjadikan masa depan anak lebih baik," ujarnya.

Baca juga: Tak Perlu ke Dukcapil, Begini Cara Cek E-KTP Online

Aturan nama dalam dokumen kependudukan

Teguh menyampaikan, Permendagri mengatur bahwa nama hendaknya terdiri paling sedikit dua kata untuk memudahkan aturan dalam imigrasi.

"Sehingga mudah dalam pembuatan paspor. Intinya untuk memudahkan dalam pelayanan publik lainnya," tuturnya.

Dia melanjutkan, pencatatan nama pada dokumen kependudukan harus memenuhi persyaratan sebagaimana dalam Pasal 4 Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 berikut:

  • Mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir.
  • Jumlah huruf paling banyak 60 huruf termasuk spasi.
  • Jumlah kata paling sedikit dua kata.

Adapun dokumen kependudukan yang dimaksud, yakni meliputi biodata penduduk, Kartu Keluarga (KK), Kartu Identitas Anak, Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP), surat keterangan kependudukan, dan akta pencatatan sipil.

Selanjutnya, tata cara pencatatan nama pada dokumen kependudukan meliputi:

  • Menggunakan huruf latin sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
  • Nama marga, famili atau yang disebut dengan nama lain dapat dicantumkan.
  • Gelar pendidikan, adat, dan keagamaan dapat dicantumkan pada KK dan e-KTP yang penulisannya disingkat.

Baca juga: Viral, Nama Anak 19 Kata, Bagaimana Pencatatan Kependudukannya?

Selain syarat, Permendagri juga mengatur larangan pencatatan nama pada dokumen kependudukan.

Larangan tersebut, termasuk:

  • Disingkat, kecuali tidak diartikan lain.
  • Menggunakan angka dan tanda baca.
  • Mencantumkan gelar pendidikan dan keagamaan pada akta pencatatan sipil.

Larangan pada poin pertama, artinya boleh menyingkat nama, tetapi harus konsisten dan tidak boleh berubah karena berlaku seumur hidup.

Misalnya, nama Abdul Muis bisa dimohonkan untuk disingkat menjadi Abd Muis. Dengan demikian, selamanya singkatan yang digunakan adalah Abd Muis.

Baca juga: Aturan yang Harus Diketahui Sebelum Beri Nama Anak agar Tak Repot di Dokumen Kependudukan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com