KOMPAS.com - Anak bisa saja terlibat dan menjadi pelaku suatu tindak pidana atau disebut sebagai anak yang berkonflik dengan hukum.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) memberi amanat, seorang anak pelaku harus mendapatkan perlakuan dan penanganan berbeda dari pelaku dewasa.
Lantas, apakah anak dapat dipidana?
Baca juga: Mengenal Anak yang Berhadapan dengan Hukum: Pengertian, Proses Penyelesaian, dan Hak-haknya
Anak bisa dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana jika sudah berusia 12 tahun dan belum berusia 18 tahun.
Hal tersebut sesuai dengan pengertian anak yang berkonflik dengan hukum dalam Pasal 1 angka 3 UU SPPA.
Batas usia anak ini naik dari aturan sebelumnya, UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, di mana usia minimal adalah 8 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun.
Adapun pada penanganan perkara anak, perlu penerapan keadilan restoratif melalui diversi.
Keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara dengan tujuan mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.
Keadilan restoratif membawa konsekuensi untuk mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, dibandingkan kepentingan masyarakat umum.
Sementara itu, diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Pasal 6 UU SPPA mengatur, penggunaan diversi bertujuan untuk:
Namun demikian, diversi hanya dapat dilakukan jika tindak pidana yang dilakukan anak diancam dengan pidana penjara di bawah 7 tahun, serta bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Nantinya, hasil kesepakatan diversi dapat berbentuk:
Penyelesaian dengan diversi harus didahului persetujuan pihak korban dan anak yang berkonflik dengan hukum, kecuali pada tindak pidana pelanggaran, ringan, tanpa korban, atau nilai kerugian kurang dari upah minimum provinsi (UMP) setempat.
Baca juga: Apa Itu Hukum Pidana?
Masih merujuk pada UU SPPA, terdapat dua jenis hukuman yang dapat dijatuhkan kepada anak pelaku, yakni:
Menurut Pasal 82 UU Nomor 11 Tahun 2012, anak dapat dihukum dengan tindakan berupa:
Hukuman berupa tindakan ini dapat diajukan bagi anak yang berkonflik dengan hukum dengan ancaman pidana penjara di bawah 7 tahun.
Sanksi pidana untuk anak pelaku terbagi menjadi dua macam, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan.
Berdasarkan Pasal 71 ayat (1) UU SPPA, berikut macam-macam pidana pokok untuk anak:
Sementara itu, menurut Pasal 71 ayat (2) UU SPPA, pidana tambahan terdiri dari:
Sebagai catatan, pidana penjara adalah upaya terakhir untuk membuat anak mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Anak yang berkonflik dengan hukum dijatuhi pidana jika keadaan dan perbuatannya dianggap akan membahayakan masyarakat.
Nantinya, anak yang dijatuhi pidana penjara akan menjalani masa hukuman di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).
Namun, pidana penjara bagi anak paling lama dijatuhkan sebesar setengah dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
Jika tindak pidana diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, maka pidana yang dijatuhkan adalah penjara maksimal 10 tahun.
Pembinaan di LPKA sendiri dilakukan hanya sampai anak berusia 18 tahun.
Jika anak telah menjalani setengah dari lamanya pembinaan dan berkelakuan baik, berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.