Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Mario Dandy dan Bentuk dari Simbolik Eksternalitas Power...

Kompas.com - 25/02/2023, 12:30 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kasus Mario Dandy Satrio (20), anak mantan pejabat di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan berbuntut panjang.

Diketahui, Mario ditetapkan tersangka dan ditahan terkait kasus dugaan penganiayaan terhadap D (15).

D merupakan putra dari seorang pengurus Gerakan Pemuda (GP) Ansor, badan otonom Nahdlatul Ulama (NU) yang bergerak di bidang kepemudaan.

Mario diduga melakukan penganiayaan pada Senin (20/2/2023) sekitar pukul 20.30 WIB hingga D mengalami koma selama dua hari.

Lokasi dugaan penganiayaan berada di Kompleks Grand Permata Cluster Boulevard, Pesanggarahan, Jakarta Selatan.

Baca juga: Perbandingan Harta Kekayaan dan Gaji Pejabat Pajak yang Anaknya Aniaya Orang


 Baca juga: Nilai Prestise Motor Harley Davidson...

Lantas, apa yang terjadi?

Simbolik eksternalitas power

Sosiolog asal Universitas Sebelas Maret Drajat Tri Kartono mengungkapkan, kasus kriminal yang melibatkan anak pejabat merupakan bentuk dari simbolik eksternalitas power atau eksternalitas simbolik power.

"Yang punya kekuasaan adalah bapaknya, bisa memberikan perintah atau larangan. Tetapi orang-orang di sekitar bapaknya bisa mendapatkan manfaat dari kekuasaan itu," jelasnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (23/2/2023).

Drajat menjelaskan, orang-orang yang mendampingi atau berada di sekitar penguasa dan pejabat juga akan dihormati serta memiliki hak-hak istimewa.

Baca juga: Apa yang Terjadi pada Seseorang Saat Koma?

Tampang Mario Dandy Satriyo (20) yang menganiaya D, anak dari pengurus GP Ansor.Kolase TribunJateng Tampang Mario Dandy Satriyo (20) yang menganiaya D, anak dari pengurus GP Ansor.

Orang seperti ini sebenarnya tidak memiliki kekuasaan dalam dirinya. Namun, ia menjadi ikut dianggap penting akibat terkena pengaruh kekuasaan yang dimiliki pejabat di dekatnya.

"Kekuasaan itu bisa konkret, bisa simbolik," lanjutnya.

Kekuasaan konkret dimiliki orang-orang yang memang menjabat atau berkuasa di suatu tempat. Sementara kekuasaan simbolik bisa didapatkan anak pejabat yang terkena kekuasaan konkret dari orang tuanya.

Saat berada dalam lingkup jabatan orang tuanya, sang anak akan mendapatkan penghormatan yang sama dengan pejabat itu.

Baca juga: Buntut Kasus Anaknya, Rafael Alun Trisambodo Mengundurkan Diri dari ASN Ditjen Pajak

Drajat mengaku kalau kondisi ini sebenarnya bisa saja tidak menimbulkan masalah apa-apa di antara anak pejabat dan orang sekitarnya. Namun, di sisi negatifnya, hal ini juga bisa menyebabkan muncul masalah dengan orang lain.

"Ini bisa jadi masalah jika ada kuasa yang dimanfaatkan oleh dia di dalam hubungan dengan orang lain. Misalnya, ke mitra kerja bapaknya, teman-temannya, atau masyarakat umum," ujarnya.

Orang semacam ini, menurutnya, punya akses, fasilitas, dan kuasa dalam melakukan tindakan yang tidak benar.

Saat ditangkap oleh pihak kepolisian yang dianggap punya pangkat lebih rendah, dia juga tetap akan bersikap seolah berkuasa.

Baca juga: Ketika Anak Pejabat Maju di Pilkada...

Jarang dilarang

Pejabat Eselon III Kabag Umum Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo. Tangkap Layar Video Permintaan Maaf Rafael Alun Trisambodo Pejabat Eselon III Kabag Umum Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo.

Drajat mengakui sikap arogan seperti itu tetap tergantung kepada setiap individu anak pejabat. Ada juga anak pejabat yang tidak semena-mena dengan statusnya.

Selain itu, sikap orang tua dan orang-orang di sekitarnya juga akan mempengaruhi kepribadian anak pejabat tersebut.

"Bagaimana orang tua dan orang-orang di sekitar orang tuanya memperlakukan dan mengajarkan kepada anak bahwa kekuasaan orang tuanya tidak bisa dimanfaatkan secara praktis sesuai kebutuhannya sendiri," jelasnya.

Baca juga: Gelar Profesor Kehormatan untuk Pejabat Publik dan Upaya Menjaga Marwah UGM...

Sayangnya, ia mengakui tidak terlalu banyak orang yang mau mengingatkan anak pejabat yang berbuat buruk.

Hal ini karena orang-orang tersebut berada di bawah kekuasaan sang pejabat dan ikut memperoleh manfaat darinya.

Mereka akan menghormati dan mendukung apa pun perbuatan anak pejabat tersebut demi keuntungan yang akan kembali didapatkan.

Baca juga: Membaik tapi Belum Sadar, Korban Penganiayaan Anak Pejabat Ditjen Pajak Terkena Diffuse Axonal Injury

Untuk mengatasi ini, Drajat menyarankan perlu ada orang tua, masyarakat sekitar, dan teman-temannya yang mau mengingatkan anak pejabat atas tindakannya.

Selain itu, peran keluarga dan kesadaran dari dalam diri si anak pejabat sangat penting untuk memisahkan antara hak publik dan hak pribadi yang dimiliki setiap orang.

"Dalam hal lain, ya butuh kontrol dari pihak kantor atau inspektorat. Untuk mengkontrol penggunaan kendaraan, pengawal, atau fasilitas-fasilitas negara yang digunakan oleh keluarga supaya tidak terjadi pelanggaran," tambahanya.

Baca juga: 5 Fakta Kasus Penganiayaan yang Dilakukan Anak Pejabat Ditjen Pajak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Tren
Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli 'Cash', Ini Faktanya

Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli "Cash", Ini Faktanya

Tren
Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Tren
Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Tren
Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Tren
Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Tren
Warganet Sambat ke BI, Betapa Susahnya Bayar Pakai Uang Tunai di Jakarta

Warganet Sambat ke BI, Betapa Susahnya Bayar Pakai Uang Tunai di Jakarta

Tren
Daftar Bansos yang Cair Mei 2024, Ada PKH dan Bantuan Pangan Non-tunai

Daftar Bansos yang Cair Mei 2024, Ada PKH dan Bantuan Pangan Non-tunai

Tren
8 Catatan Prestasi Timnas Indonesia Selama Dilatih Shin Tae-yong

8 Catatan Prestasi Timnas Indonesia Selama Dilatih Shin Tae-yong

Tren
Promo Tiket Ancol Sepanjang Mei 2024, Ada Atlantis dan Sea World

Promo Tiket Ancol Sepanjang Mei 2024, Ada Atlantis dan Sea World

Tren
Viral, Video Drone Diterbangkan di Kawasan Gunung Merbabu, TNGM Buka Suara

Viral, Video Drone Diterbangkan di Kawasan Gunung Merbabu, TNGM Buka Suara

Tren
Daftar 19 Wakil Indonesia dari 9 Cabor yang Sudah Pastikan Tiket ke Olimpiade Paris 2024

Daftar 19 Wakil Indonesia dari 9 Cabor yang Sudah Pastikan Tiket ke Olimpiade Paris 2024

Tren
Warga Bandung “Menjerit” Kepanasan, BMKG Ungkap Penyebabnya

Warga Bandung “Menjerit” Kepanasan, BMKG Ungkap Penyebabnya

Tren
Medan Magnet Bumi Melemah, Picu Kemunculan Makhluk Aneh 500 Juta Tahun Lalu

Medan Magnet Bumi Melemah, Picu Kemunculan Makhluk Aneh 500 Juta Tahun Lalu

Tren
Jadwal Keberangkatan Haji 2024 dari Indonesia, Ini Cara Mengeceknya

Jadwal Keberangkatan Haji 2024 dari Indonesia, Ini Cara Mengeceknya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com