Saat dikonfirmasi, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Sekjen Kemnaker) Anwar Sanusi membenarkan bahwa perempuan bisa tidak bekerja saat sakit haid.
"Ketentuan tidak bekerja karena sakit haid diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 (Pasal 81, Pasal 93) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 (Pasal 40, Pasal 41)," ujar Anwar kepada Kompas.com, Jumat (3/2/2023).
Anwar menjelaskan, dua peraturan tersebut membolehkan pekerja perempuan yang sakit karena haid untuk tidak bekerja dengan memberitahukan terlebih dahulu kepada perusahaan.
Setelah memberitahu perusahaan, maka perusahaan pun harus memberikan izin tidak bekerja untuk jangka waktu dua hari.
Meski tidak bekerja, tetapi Anwar menegaskan bahwa perusahaan tetap wajib membayar upah pekerja.
"Dengan ketentuan upah tersebut disesuaikan dengan jumlah hari sakit haidnya dan paling lama hanya untuk dua hari," ungkap dia.
Namun demikian, pelaksanaan hak tidak masuk bekerja karena sakit haid harus ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Lebih lanjut Anwar menjelaskan, perusahaan yang melanggar kewajiban membayar upah pekerja karena alasan tidak bekerja lantaran sakit haid, bisa dikenakan sanksi pidana.
"Dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 10 juta dan paling banyak Rp 400 juta," terang Anwar.
Baca juga: Kenapa Cuti Hanya untuk Pekerja yang Sudah Bekerja Selama 1 Tahun?