Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ridwan Kamil, Atalia Praratya, dan Mengenal Apa Itu Dinasti Politik...

Kompas.com - 03/02/2023, 09:30 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Jika ada politikus di dalam dinasti politik yang mencalonkan diri, Cecep mengembalikan ini kepada keputusan para pemegang hak pilih.

"Ada pemilih yang rasional, ada yang tidak. Pemilih yang rasional akan memilih pemimpin yang tentu punya kapabilitas," ujar Cecep.

Meski publik yang menentukan politikus yang akan menjabat, ia tidak memungkiri keberadaan tokoh-tokoh penting itu juga akan mempengaruhi hasil pemilihan.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil, Capres dan Cawapres Favorit Gen Z

Fenomena dinasti politik

Cecep menjelaskan, fenomena dinasti politik muncul saat ada lebih dari satu anggota keluarga yang memegang suatu jabatan dalam dunia politik.

Keluarga yang melakukan dinasti politik tidak selalu keluarga inti. Sementara jabatan yang diemban bukan hanya berlaku di kalangan pemimpin daerah, tapi juga di lembaga eksekutif dan legislatif suatu pemerintahan.

Meski terkesan negatif, Cecep menyebut dinasti politik bukanlah sesuatu yang diharamkan. Fenomena ini juga terjadi di negara-negara maju, tidak hanya Indonesia.

"Secara demokrasi tidak dilarang. Tapi butuh ada batasan," kata dia.

Baca juga: Merosotnya Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia 2022, Warisan Buruk Jokowi

Ia menjelaskan, perlu dibentuk suatu kebijakan khusus yang mengatur keluarga yang ingin bersama-sama terjun ke dunia politik.

Regulasi ini ada untuk mencegah penyalahgunaan sumber daya dalam suatu kepemimpinan.

"Saat ada anggota keluarga yang menjabat, perlu ada (waktu) jeda. Misal, saat ada anak dan istri (yang akan sama-sama memimpin)," tambahnya.

Baca juga: Apakah Nomor Urut Partai Politik Peserta Pemilu 2024 Berpengaruh terhadap Pemilih?

Dari sisi lain, Cecep juga berpendapat jika partai politik perlu mengatur persentase kuota anggota keluarga yang bisa menjadi kader di dalamnya sesuai aturan Anggaran Dasar (AD)/Anggaran Rumah Tangga (ART) parpol.

"Harapannya, rekrutmen kader fair. Internal partai bikin kebijakan dalam AD/ART," katanya.

Ia menjelaskan, kaderisasi parpol yang baik seharusnya dilakukan berbasiskan merit system atau sistem merit. Awalnya, kader bergabung dari ranting parpol, ke cabang, baru naik ke tingkat pusat.

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) Pasal 1, sistem merit adalah kebijakan dan manajemen yang dibuat berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja ASN yang diberlakukan secara adil dan wajar tanpa diskriminasi.

Baca juga: Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Berikut Jejak Politik dan Harta Kekayaan Alex Noerdin

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com