KOMPAS.com - Sebuah unggahan video seorang guru laki-laki sedang membuat konten Tiktok dengan salah satu murid perempuan sekolah dasar (SD), ramai diperbincangkan di media sosial.
Unggahan tersebut dibagikan oleh akun Twitter @tanyakanrl ini, (19/1/2023).
"Sumpah gua trauma bgt sama guru modelan skinship berlebih gini ke murid, serem," ungkap pengunggah.
Dalam unggahan tersebut tampak kedekatan antara guru tersebut dengan murid-murid, terutama murid perempuan.
Video tersebut menampilkan seorang guru laki-laki itu sedang memegang tangan dan menarik rok murid perempuan.
Hingga Kamis (02/2/2023), unggahan tersebut telah dilihat sebanyak 3,3 juta kali, dan memiliki 3,431 komentar.
Lalu, bagaimana pandangan ahli atau psikolog terkait hal tersebut?
Baca juga: Viral, Video Guru Bikin Konten TikTok Pegang Tangan dan Tarik Rok Murid Perempuan, KPAI Buka Suara
Baca juga: Ramai soal Pro Kontra Olahraga di Malam Hari, Benarkah Picu Serangan Jantung?
Psikolog sekaligus dosen Fakultas Psikologi Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta Ratna Yunita Setiyani Subardjo mengatakan, dari video tampak gejala, perilaku, dan attitude yang memang tidak semestinya dilakukan baik oleh seorang guru ataupun sebagai dewasa saat berada di sekitar anak-anak.
"Namun sebagai seorang guru memang perilaku itu tidak etis untuk dilakukan kepada muridnya," ungkapnya, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (02/2/2023).
Ia menyampaikan bahwa di era teknologi seperti saat ini ada banyak orang yang memanfaatkan sesuatu yang tidak etis hanya untuk motif tertentu.
Salah satunya agar viral atau terkenal, meskipun sebenarnya motif ini tidak sehat secara psikologis.
"Memang dalam hal yang dia lakukan itu mengarah ke satu hal perilaku yang memang tidak wajar. Saya melihat beberapa videonya yang hampir serupa perilakunya, namun dia merasa dia baik-baik saja," kata Ratna.
Biasanya, jika seseorang melakukan sesuatu dan mereka merasa puas, maka ia akan terus melakukan perilaku tersebut.
Dalam hal ini, guru laki-laki itu juga melakukan hal yang sama.
Hal ini berarti jika ia merasa puas dengan konten tersebut dengan mendapatkan followers atau menjadi viral, maka ia menjadi meneruskan perilaku tersebut.
"Kalau kita menyukai sesuatu dan itu menguntungkan kita, maka kita akan mengulangi hal tersebut, tidak peduli bagaimana orang beranggapan tentang kita," katanya.
Baca juga: Viral, Twit Sebut Perempuan Lebih Sulit Diterima di Keluarga Pasangan, Kok Bisa?
Terkait dengan unggahan video viral itu, Ratna juga menambahkan bahwa sebaiknya masyarakat membiasakan diri untuk berhenti mengonsumsi konten-konten seperti video itu.
Selain itu, konten semacam itu dapat menyebabkan ancaman bagi penontonnya, terutama anak-anak hingga menyebabkan trauma.
Dengan demikian, perlu adanya tindakan untuk menghentikan pengguna akun itu dalam membuat konten serupa.
"Kita bisa melaporkan perilaku yang mengkhawatirkan itu karena bisa menjadi ancaman anak-anak. Jika tidak dihentikan perilakunya, maka bisa memungkinkan muncul orang-orang seperti dia lagi," jelasnya.
Selain itu, guru di video itu juga bisa dilakukan psikoedukasi karena jika hanya menggunakan konten dan mencari popularitas, maka ada sesuatu yang tidak sehat dalam dirinya.
Jika perilaku tersebut dibiarkan atau dinormalisasikan, maka dapat memicu kejadian yang sama di masa depan.
Bahaya dari konten-konten seperti itu nantinya bisa semakin memperparah perilaku buruknya.
"Namun jika sudah masuk ke ranah kriminalitas karena menyangkut tentang hak etis untuk keamanan dan kenyamanan fisik dan psikis murid-murid tersebut," tambahnya.
Baca juga: 8 Buah yang Aman Dimakan Penderita Diabetes, Bisa Jaga Gula Darah Tetap Stabil
Ratna Yunita juga menyampaikan beberapa tips yang mungkin bisa orang tua lakukan untuk menghindarkan anak-anaknya dari perilaku serupa, yakni:
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.