Sedikit berbeda dengan yang diberitakan berkaitan dengan mitos matinya orang yang sangat kaya (Kompas.com, 01/01/22).
Menilik pemberitaan seputar daerah Minangkabau, baru-baru ini masih hangat berita terkait hilangnya korban akibat longsor di Agam (Kompas.com, 09/11/22).
Selama mayat korban belum ditemukan, biasanya daerah sekitar Agam akan mengalami hujan panas. Boleh percaya, boleh tidak. Itulah kearifan lokal yang hidup dan berkembang di masyarakat.
Menariknya, fenomena hujan panas nan disertai mitos di dalamnya ditolak mentah-mentah oleh Kominfo melalui lamannya.
Laman milik pemerintah tersebut tegas-tegas menegaskan (sangat penting dan genting) bahwa jika ada pihak yang mengatakan saat terjadi hujan panas (hujan zenithal, hujan tengah hari, istilah Kominfo) dihubungkan dengan ada orang mati mendadak, itu dapat dikategorikan berita hoaks (Kominfo.go.id, 17/10/19).
Sejatinya, sesuatu yang berkembang di dalam kebudayaan adalah milik budaya tersebut, toh tidak menimbulkan keresahan di dalam masyarakat yang dapat mengganggu stabilitas nasional!
Sebanyak yang percaya mitos, sebanyak itu pula yang tidak percaya, bukan?
Bascom dalam Danandjaya, Folklor Indonesia (1991:51), menggolongkan terjadinya maut (yang dalam hal ini ditandai dengan peristiwa hujan panas) sebagai mite atau mitos.
Jika mitos dinyatakan sebagai hoaks, tentunya hal ini akan mengerdilkan penelitian-penelitian terkait folklor yang notabene merupakan bidang ilmu tersendiri.
Jangan sampai upaya hoaks-isasi mitos dianggap memiliki kesamaan dengan upaya depolitisasi masyarakat borjuis (Barthes, 2007:342).
Masih banyak lho mitos yang eksis di tengah kemajuan teknologi ini. Bagaimana penerimaan seseorang terhadap mitos dikembalikan ke pribadi masing-masing (Barthes 2007: 323).
Jika menerima secara polos, apa untungnya mengajukan mitos kepadanya? Pun, jika dia merenungkan seperti perenungannya ahli mitologi, apakah menjadi masalah alibi apa yang ditampilkan?
Hujan panas dan mitos penyertanya mengandung seluruh sistem nilai: geografis, sejarah, moral, zoologi, dan literatur.
So, biarkanlah ia hidup di dalam budaya tempat ia lahir dan terus bertumbuh, setidaknya sebagai kearifan lokal yang pernah diwariskan turun temurun dan menjadi roh kebudayaan folk-nya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.