Rata-rata penduduk Jepang menggunakan ponsel kira-kira 2 tahun 8 bulan; jumlah penduduk Jepang berkisar 128 juta jiwa. Namun, menurut Miho Yoshikawa (2018), Maret 2006- Maret 2007, hanya 20 persen atau sekitar 558 ton sampah ponsel didaur-ulang per tahun di Jepang.
Contoh urban mining lainnya di Skotlandia yakni Technology Renewal Centre untuk pelanggan pemerintah dan bisnis. Jasa daur-ulang e-waste antara lain peralatan elektronik konsumen diservis khusus sesuai kebutuhan pelanggan, misalnya keamanan data pengguna. Hasilnya, tingkat penggunaan-ulang elektronik berkisar 95 persen.
Jasa Technology Renewal Centre melayani daur-ulang 9.000 laptop, PC, dan ‘workstation’ per pekan sejak tahun 2012. Jadi, kini tiba era baru urban mining guna melahirkan kota-kota sehat, lestari dan bebas sampah berbahaya.
Stefan Rau (2019:2) menyebut empat nilai guna dan strategis dari urban mining, yaitu menkonservasi energi, mengurangi emisi gas rumah-kaca, mendukung pembangunan berkelanjutan, dan ramah lingkungan.
Namun, untuk meraih empat manfaat tersebut membutuhkan konsep, modul, silabus, dan kurikulum urban mining. Misalnya, proses daur-ulang sampah membutuhkan iptek bidang biologi, kimia, dan teknologi (ADB, 2017).
Kelompok sampah, misalnya, sampah industri, sampah rumah-tangga, sampah pangan dan organik, sampah bangunan, sampah elektronik dan elektrik, dan sampah medis (Rau, 2019). Sampah elektronik mengandung baja, lembaga, perak, emas, plastik, dan rare-earth-elements (REE).
Bagaimana peluang ekonomis urban mining? “There's gold in them landfills'” tulis Alister Doyle (2018) yang mengutip laporan riset dan kajian Prospecting Secondary Raw Materials in the Urban Mine and Mining Waste (ProSUM, 2018) tentang sampah di 30 negara Eropa. Jadi, ada emas di sampah-sampah. Jenisnya antara lain emas pada ponsel dan kobalt
pada baterai mobil listrik.
Kendaraan bekas, baterai, komputer, lemari es, dan sampah elektronik-listrik lainnya berkisar 18 juta ton per tahun di 30 negara zona Eropa. Sampah-sampah itu mengandung mineral bernilai miliaran dollar AS.
Misalnya, ProSUM (2018) menyebut, ponsel memiliki konsentrasi emas 25-30 kali dari bijih emas primer terkaya dari perut Bumi! ProSUM juga melaporan bahwa tahun 2016, sampah elektronik di seluruh dunia mengandung mineral seharga kira-kira 55 miliar euro atau sekitar 67,29 miliar dollar AS.
Kajian Angeli Mehta (2019) melaporkan bahwa rata-rata tiap tahun sampah elektronik
bertambah sekitar 4 persen di seluruh dunia. Maka awal 2019, PBB menyatakan, “It is time to reconsider e-waste, re-evaluate the electronics industry and reboot the system for the benefit of industry, consumer, worker, health of humankind and the environment.”
Di Inggris, perusahan Mazuma Mobile mengembangkan urban mining. Misalnya, Mazuma Mobile membeli iPhone bekas dan memperbaikinya untuk dijual lagi; perusahan iMend di Inggris khusus melayani servis daur-ulang iPhone di rumah dan kantor-kantor.
Contoh lain, perusahan Hyla Mobile di Amerika Serikat, sejak tahun 2009, mendaur-ulang sekita 50 juta ponsel, misalnya daur-ulang komponen, tukar-tambah, dan sejenisnya (Angeli Mehta, 2019).
Itu hanya beberapa contoh penambangan dengan peluang besar kini dan masa datang. Seperti halnya arah baru urban-mining Samsung Electronic asal Korea Selatan, perusahan-perusahan ini juga berupaya menghasilkan sustainable minerals dan mencegah conflict minerals pada zona-zona tambang mineral dari perut Bumi di berbagai zona dunia.
Tentu saja, kini tiba saatnya, Indonesia menyusun strategi dan program khusus urban mining. Langkah ini perlu melibatkan perguruan tinggi, sektor industri, dan peran pemerintah.
Inggris, misalnya, merintis sejak beberapa tahun silam, konsep, modul, dan kurikulum e-mining (J Bumpus, 2022) atau ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) penambangan e-waste. Bahkan konsep, modul, silabus, dan kurikulum e-mining sejak SMA.