"Prekursor adalah anomali (penyimpangan) pada lapisan ionosfer yang dipengaruhi oleh aktivitas tertentu, di antaranya gempa dan tsunami," jelas Andi.
Baca juga: Viral, Video Oknum Polisi di Jambi Tendang Sopir Truk, Ini Kronologinya
Terpisah, ahli geodesi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas menjelaskan, sejauh ini belum ada teori terkait hubungan gempa bumi dan cahaya di langit.
"(Cahaya gempa) Belum dapat dipastikan kebenarannya," tutur Heri kepada Kompas.com, Kamis (24/11/2022).
Menurut Heri, gempa bumi memang dapat mengganggu konten elektron di atmosfer atau langit. Namun, hal tersebut tidak menimbulkan cahaya.
Pada beberapa kasus, fenomena langit sebelum terjadinya gempa adalah awan vertikal. Akan tetapi, lanjut dia, awan vertikal juga bukan merupakan cahaya.
Oleh karena itu, Heri mengatakan bahwa munculnya cahaya biasanya hanya berkaitan dengan cuaca.
Meskipun pada beberapa situasi khusus kerap terjadi kilatan cahaya, seperti saat gunung berapi meletus.
Heri juga menegaskan, kilatan cahaya yang muncul di langit dan kerap disebut tanda gempa tidaklah benar.
"Kilatan cahaya bukan merupakan tanda gempa," kata dia.
Baca juga: Waspada Hoaks Gempa Cianjur dan Sesar Cimandiri, Ini Penjelasan BMKG
Dia melanjutkan, tanda-tanda gempa secara teori memang ada, tetapi tidak berlaku umum dan masih bersifat per kasus.
"Masih kasus per kasus, masih unik, tidak di semua tempat ada," ujar Heri.
Beberapa tanda-tanda gempa tersebut antara lain:
"Tetapi sekali lagi ini hanya kasus per kasus, belum bisa digeneralisir," tandas Heri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.