Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompasianer Suprihati

Blogger Kompasiana bernama Suprihati adalah seorang yang berprofesi sebagai Administrasi. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Sinergi Kopi-Tembakau dalam Narasi Budaya dan Lingkungan

Kompas.com - 23/11/2022, 09:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sejak tahun 2000 dilakukan inovasi budidaya. Introduksi tumpang sari antara kopi dengan tembakau. Hal itu berawal dari Desa Tlahap, Temanggung, Jawa Tengah.

Itu bukan usaha yang mudah. Penolakan terjadi karena keyakinan bahwa tembakau penyuka lahan terbuka.

Bersandar pada pendekatan sosial budaya bahwa tembakau dan kopi sebagai pasangan, hal itu perlahan diterima.  Jenis kopi yang dipilih adalah yang tidak terlalu rimbun percabangannya. Terpilihlah kopi kate, demikian masyarakat menyebutnya.

Perhitungan panen bergantian menjamin penghasilan berkelanjutan. Terjadi sinergi kopi-tembakau, paduan tanaman semusim dan tahunan. Hal itu kemudian disempurnakan dengan penguatan teras berundak dengan rumput. Rumput menjadi pakan ternak dan kotorannya dikembalikan sebagai pupuk kandang. Sistem menjadi lebih komplit. Sinergi antara kopi, tembakau, sayuran, dan ternak.

Limbah tanaman tembakau lalu difungsikan untuk pestisida botani. Menjaga tanaman sayuran berikutnya dari serangan organisme pengganggu tanaman yang berlebihan. Terjadi efisiensi dalam budidaya.

Pendekatan biosiklus terpadu diterapkan. Penutupan lahan meningkat, erosi karena hujan berkurang. Itu merupakan sinergi teknologi terpadu dalam pemeliharaan lingkungan secara ekologis. Waktu membuktikan kerja keras ini.

Tahun 2010 digaungkanlah sinergi tumpangsari tembakau- kopi dengan sebutan pola Tlahap, untuk mengingat desa yang mengawalinya. Masyarakat menyebutnya biji kopi beraroma tembakau. Diseminasi teknologi terjadi. Temanggung menjadi laboratorium pembelajaran budidaya tumpangsari kopi-tembakau.

Pembelajar berdatangan dari berbagai wilayah Indonesia maupun mancanegara. Kegiatan itu lalu menggandeng kelompok kerja dari kelompok sadar wisata (pokdarwis) berkreasi dengan agrowisata lokal, setidaknya pemuda karang taruna yang lebih responsif.

Tahun 2015, kami sempat mengajak kelompok tani dari desa di lereng barat laut Merapi yang memiliki agroekologi senada untuk belajar. Pola usaha juga senada yaitu tembakau, sayuran, dan ternak. Kami mengintegrasikan kopi dan tembakau pada satu hamparan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com