Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Menyelisik Paradoks Politik Identitas

Kompas.com - 22/10/2022, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEMULA istilah politik identitas tidak dikenal di Indonesia. Jelas bahwa politik identitas bukan produk kebudayaan dalam negeri Indonesia, namun impor dari negeri eksportir utama terminologi politik yaitu Amerika Serikat (AS).

Di AS sendiri istilah politik identitas mulai merajalela sejak Donald Trump mencapreskan diri secara terang-terangan menyandang indentitas sebagai pejuang White Supremacist alias supremasi kulit putih sambil perkasa bergaya di gugus terdepan mengibarkan panji-panji gerakan Islamophobia.

Ternyata gaya politik identitas Donald Trump menular ke Indonesia, kemudian memuncak pada Pilpres 2019 memecah-belah bangsa Indonesia menjadi cebong dan kampret yang bahkan kemudian bermetamorfosa menjadi kadrun. Bahkan demi menegakkan pilar-pilar politik identitas hukumnya wajib ada pihak yang harus dikorbankan untuk dinobatkan sebagai “Bapak Politik Identitas”.

Baca juga: Hoaks, Politik Identitas, dan Propaganda di Era Demokrasi

Apa sebenarnya yang disebut sebagai politik identitas itu?

Stanford Encyclopedia of Philosophy memaknakan politik identitas secara cukup terhuyung-huyung sambil berbelit-belit ke sana ke mari sebagai berikut : “The laden phrase “identity politics” has come to signify a wide range of political activity and theorizing founded in the shared experiences of injustice of members of certain social groups. Rather than organizing solely around belief systems, programmatic manifestos, or party affiliation, identity political formations typically aim to secure the political freedom of a specific constituency marginalized within its larger context. Members of that constituency assert or reclaim ways of understanding their distinctiveness that challenge dominant characterizations, with the goal of greater self-determination”.

Sementara situs Vox.com lebih jujur dalam langsung menegaskan bahwa istilah politik identitas sebenarnya sesuatu yang dapat dikatakan “is a very vague phrase” alias frasa yang sangat tidak jelas jenis, bentuk, serta arah juntrungannya.

Pada hakikatnya memang politik identitas sulit bahkan mustahil didefinisikan secara sempurna dan memuaskan segenap pihak. Pada kenyataan memang sulit bahkan mustahil untuk menyatakan bahwa politik yang dilakukan manusia dapat dilakukan secara tanpa kejelasan identitas pelakunya.

Identitas politik yang dilakukan oleh A serta merta secara subyektif melekat pada bukan B tetapi A yang melakukannya. Politik luar negeri yang dilakukan negara X suka tak duka merupakan politik yang bukan dilakukan oleh negara Y tetapi jelas subyektif beridentitas X.

Politik yang dilakukan Donald Trump secara langsung menyandang identitas bukan Biden tapi Trump. Selama politik dilakukan oleh manusia maka dengan sendirinya menampilkan identitas bukan satwa atau tanaman tetapi manusia yang melakukannya.

Makna politik identitas memang secara logika sulit bahkan pada hakikatnya secara kontekstual mustahil bisa lepas dari identitas insan yang melakukannya.

Politik One Belt One Road serta merta menyandang identitas Xi Yinping sebagai tokoh yang memang memprakarasai dan memimpinnya. Politik demokrasi otoriter di Singapura langsung menyandang identitas Lee Kwan Yew sebagai pelakunya.

Politik mengutamakan pribumi Malaysia dalam kegiatan ekonomi serta merta menyandang identitas Mahathir Muhammad sebagai pelopornya.

Politik pembangunan infra struktur di Indonesia menampilkan identitas Joko Widodo sebagai penggagasnya. Identitas Ibu Kota Baru dengan nama Nusantara abadi melekat erat pada diri Joko Widodo sebagai pemrakarsa dan pewujudnya.

Pada hakikatnya politik identitas merupakan sebuah paradoks yang secara heterologikal atau autologikal apapun-logikal potensial menelan dirinya sendiri, seperti paradoks paling dasar terkandug dalam pernyataan aku berdusta gesit memutar balik logika dari bisa dipercaya sampai tidak bisa dipercaya akibat potensial menelan dirinya sendiri.

Menyatakan bahwa tidak ada yang disebut sebagai politik identitas sama absurd dengan menyatakan diri tidak berpolitik.

Pada hakikatnya tidak berpolitik dengan sendirinya serta merta merupakan politik pihak yang menyatakan diri tidak berpolitik. Maka berpolitik identitas maupun tidak berpolitik identitas tetap gigih bertahan sebagai identitas pihak yang mengaku berpolitik identitas maupun tidak mengaku berpolitik identitas.

Baca juga: Di Hadapan Anies, Kapolri Ingatkan Bahaya Politik Identitas

Namun dapat diyakini sebagai senjata untuk membunuh karakter pihak lawan politik, memang politik identitas cukup pamungkas sakti mandraguna. Sesuatu bentuk kenyataan yang lazimnya tidak akan diakui sebagai kenyataan oleh para pengguna politik identitas untuk membunuh karakter pihak lawan politik yang hukumnya wajib dihabisi sampai hilang lenyap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jarang Diketahui, Ini 5 Jenis Makanan yang Sebaiknya Tak Dikonsumsi Bersama dengan Kafein

Jarang Diketahui, Ini 5 Jenis Makanan yang Sebaiknya Tak Dikonsumsi Bersama dengan Kafein

Tren
7 Tanda Terlalu Lama Berlari dan Bisa Membahayakan Tubuh, Apa Saja?

7 Tanda Terlalu Lama Berlari dan Bisa Membahayakan Tubuh, Apa Saja?

Tren
Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 28-29 April 2024

Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 28-29 April 2024

Tren
[POPULER TREN] Tanda Tubuh Kelebihan Gula | Kekuatan Timnas Uzbekistan

[POPULER TREN] Tanda Tubuh Kelebihan Gula | Kekuatan Timnas Uzbekistan

Tren
7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com