Identitas Arab adalah Bahasa
Menarik membaca buku Identitas Arab itu Ilusi karya Musa Kazhim. Sebuah pernyataan terbuka dari penulis.
Melihat kearaban, kehabiban, kesayyidan yang melekat dalam dirinya. Tidak hanya dirinya, tapi juga menyapa komunitas kehabibabnya ke segala penjuru.
Buku ini adalah suatu sikap semi ilmiahnya berkenaan identitas dirinya dan dunia politik kontemporer di luar dirinya.
Dunia yang meresehkan dan membuat penurunan kualitas kehabiban yang menjadi semakin profan dan transaksional.
Buku setebal 222 halaman terbitan Mizan ini mengajak manusia keturunan Arab di Indonesia yang sedang mengalami keterbelahan dan krisis identitas-merenungkan kearabanya, baik secara subtansial dan aksidental.
Mengajak berhati-hati, karena seluruh ciri tubuh kearaban aksidentalnya bisa diseret, dimanipulasi, ditransaksikan dalam pesta elektoral.
Penulis mengobservasi, setidaknya sejak tahun 2000 hingga sekarang dan kedepan, kearaban akan menjadi isu identitas politik yang akan terus ditantang kerasionalnya.
Bukan karena hak politiknya tidak sah, sehingga sah diteror. Tapi identitas kearabanya perlu di redefinisi.
Kemungkinan manipulasi kearaban dan keislamanya akan riskan menjadi objek pendulang suara bagi pemilu 2024.
Jangan sampai tubuh kearaban diekploitasi oleh makelar politik yang tidak bertanggung jawab. Apalagi habis manis sepah dibuang.
Kearaban, kehabiban, kesayyidan dan keislamanya, berpotensi hanya sebagai penggelembung suara-karena magnet kehabibanya. Sementara keislaman yang sejuk, damai dan dalam serta keindonesiaanya terkunci mati.
Penulis mengajak agar tubuh kearabanya secara eksistensial terus terhubung dengan marwah para habaib sebelum era abad 18.
Berdakwah dengan moderat dan damai. Membentuk dan mensosialisasikan identitas kearabanya dengan ilmu dan akhlaq, dengan kompetensi bahasa Arab yang sebangun dengan bahasa Nabi.
Bahasa Arab yang lugas, tegas dan jelas sebagai identitas utama yang berlawanan dengan ‘ajam (penuh ambigu dan kasar). Inilah yang dimaksud penulis, identitas Arab subtansial.