Menurut penulis, formasi pembentuk paling dominan (primer) identitas “kearaban” (manusia arab) adalah bahasa.
Faktor sekundernya adalah nasab, ikatan agama, nilai-nilai dan pola hidup, budaya dan lokasi geografis (Musa Kazhim, h. 70). Dengan demikian, Arab adalah bahasa pembentuk esensial manusia Arab.
Inilah kekuatan premis buku “Identitas Arab itu Ilusi”.
Identitas arab yang sesungguhnya adalah bahasa Arab. Bahasa Arab yang identik dengan Nabi sebagai sebagai penutur.
Karenanya atribut fushah, jelas, lugas, lengkap dengan maknanya yang berlapis-lapis yang menjadi standar utama identitas Arab sejati. Identitas itulah yang harus dikejar oleh siapapun (open identity). Di manapun Anda dilahirkan, dari suku mana pun asalnya.
Identitas kearaban di luar bahasa Arab adalah ilusi-bukan berarti tidak ada. Maksudnya ilusi jika menangkap makna Islam tidak sesuai dengan maksud Nabi. Karena Nabilah pemilik kekuatan kefasihan kata dan makna.
Keberadaan identitas tubuh kearaban memang masih ada di mana-mana, tetapi kualitas jiwanya mulai mengeropos belakangan (Musa Kazhim, 195).
Ketidakserasian kata dan makna apalagi berlawanan maksud Nabi, terjadi ketika mengidentikan kearaban dengan Islam.
Penulis, saya percaya tidak bermaksud anti-Arab dan nasab. Karena dirinya sendiri bernasab dan memiliki ciri kearaban aksidental. Menegasi artinya menegasi tubuh dan garis sejarah alawiyin sendiri. Itu tidak mungkin.
Garis kehabiban (kealawian) yang berasal dari Yaman secara geografis, bisa jatuh pada ilusi jika pemahaman dan perilakunya berlawanan dengan esensi kewahyuan (baca; bahasa Arab fushah).
Baik rasisme terhadap suku Arab dan pemujaan berlebihan (manipulasi) pada kehabiban menjadi sasaran kritik penulis.
Sekali lagi, inti buku ini mengajak pada, khususnya kalangan habaib, untuk kembali marwah kehabiban dulu. Menjiwai Islam secara mendalam, memiliki cita rasa intelektualisme tinggi, berkarya dan penuh kasih (toleran).
Menjadi manusia Indonesia sejati yang tidak berjarak dengan dirinya sendiri secara eksistensial.
Tidak berjarak dengan tanah air dan negaranya-Indonesia. Bergaul dan terintegrasi dengan rakyat Indonesia yang beragam.
Seperti di era sebelum abad 18. Era Wali Songo. Sebelum kolonial memecah menjadi ras Eropa dan Indo Belanda (ras atas), ras timur asing; Arab, Cina, India (ras tengah) dan ras pribumi (ras bawah-indlander). Melalui produk hukum Regerings Reglement (RR), tahun 1854.