Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerusuhan Kanjuruhan Menewaskan 129 Orang, Puncak Gunung Es Buruknya Tata Kelola Sepak Bola Indonesia

Kompas.com - 02/10/2022, 11:15 WIB
Alinda Hardiantoro,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pengamat dan peneliti budaya fans sepak bola sekaligus Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fajar Junaedi menyoroti kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang pada Sabtu (1/10/2022).

Kerusuhan seusai laga Arema FC versus Persebaya Surabaya itu menewaskan 129 orang. 

Menurut Fajar, kerusuhan ini merupakan puncak gunung es dari buruknya tata kelola pertandingan sepak bola di Indonesia.

"Puncak gunung es ini akhirnya meledak karena problem mitigasi tidak menjadi perhatian yang serius," tuturnya, saat dihubungi oleh Kompas.com, Minggu (2/10/2022).

"Ini adalah bencana yang bisa dikategorisasikan sebagai bencana sosial," kata dia. 

Mobil K-9 dibalik oleh supporter Aremania dalam kericuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022).(KOMPAS.COM/Imron Hakiki) Mobil K-9 dibalik oleh supporter Aremania dalam kericuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022).

Mitigasi pertandingan sepak bola

Merujuk pada Undang-undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dijelaskan bahwa mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Mitigas ini juga sebaiknya diterpakan dalam SOP pertandingan sepak bola untuk mengurangi risiko kerusuhan yang mungkin terjadi.

"Dalam pertandingan sepakbola yang melibatkan massa banyak yang berkerumun, informasi mitigasi ini menjadi semakin penting," kata Fajar.

Baca juga: Kerusuhan Kanjuruhan dan Efek Gas Air Mata


Desain stadion hingga SOP pelaksanaan pertandingan

Menurut Fajar, upaya mitigasi pertandingan sepak bola ini bisa dilakukan melalui pembangunan desain stadion hingga standar operasional prosedur (SOP) pelaksanaan pertandingan.

"Kita mulai dari desain stadion. Dalam konteks desain stadion, pembangunan stadion harus memperhatikan desain yang memungkinkan kerumunan massa bisa terevakuasi jika terjadi bencana sehingga tidak jatuh korban," jelas Fajar.

Adapun dalam pelaksanaan pertandingan, Fajar mengatakan bahwa upaya mitigasi pertandingan sepakbola bisa berwujud adanya pengumuman mengenai jalur evakuasi.

"Sebelum pertandingan, seharusnya ada pengumuman dari announcer tentang jalur evakuasi jika terjadi bencana. Saat kita naik pesawat misalnya, selalu sebelum terbang kita sebagai penumpang mendapatkan informasi mitigasi," terang dia.

Baca juga: Media Asing Soroti Tragedi Kanjuruhan Malang yang Menewaskan 127 Orang

Suasana dihalaman Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, seusai kericuhan penonton yang terjadi seusai laga pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 yang bertajuk derbi Jawa Timur, Arema FC melawan Persebaya Surabaya yang berakhir dengan skor 2-3, Sabtu (1/9/2022) malam.KOMPAS.com/SUCI RAHAYU Suasana dihalaman Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, seusai kericuhan penonton yang terjadi seusai laga pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 yang bertajuk derbi Jawa Timur, Arema FC melawan Persebaya Surabaya yang berakhir dengan skor 2-3, Sabtu (1/9/2022) malam.

Larangan FIFA soal gas air mata

Selain itu, Fajar juga tidak membenarkan tembakan gas air mata yang dilontarkan aparat untuk meredam kekacauan di kerusuan Kanjuruhan.

Menurutnya, tindakan itu bertentangan dengan aturan FIFA Stadium Safety and Security Regulations’ pada pasal 19 poin b) yang menyebutkan bahwa:

"No firearms or “crowd control gas” shall be carried or used' atau 'senjata api atau gas pengendali massa dilarang dibawa serta digunakan."

"Suporter yang merangsek ke lapangan dan tembakan gas air mata dari aparat semakin mengacaukan mitigasi," tutur Fajar.

Jadwal pertandingan terlalu malam hingga berisiko

Tak hanya itu, Fajar juga mengungkapkan bahwa pemilihan waktu pertandingan juga penting untuk mengurangi risiko bencana jika terjadi kerusuhan.

Menurutnya, idealnya, pertandingan sepakbola digelar pada sore hari, bukan malam hari seperti laga Arema FC vs Persebaya Surabaya kemarin.

"Semakin malam pertandingan, maka resiko bencana akan semakin besar," ungkap Fajar.

"Untuk itu dari awal sebenarnya sudah banyak keberatan match yang dimaikankan terlalu malam. Mengingat resiko tingginya," tandasnya.

Perlu investigasi dan ada yang tanggungjawab

Mengingat mitigasi pertandingan sepakbola yang carut marut ini, Fajar mengatakan agar dilakukannya invertigasi kepada pihak penanggung jawab pertadingan Arema FC vs Persebaya Surabaya.

"Harus ada investigasi terhadap PSSI, PT Liga, dan Panpel yang bertanggung jawab dalam pertandingan ini," tegas dia.

Baca juga: Bahaya Gas Air Mata dan Larangan FIFA soal Penggunaannya di Stadion

 

Kerusuhan Kanjuruhan

Kericuhan dan kerusuhan mewarnai pertandingan pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 bertajuk derbi Jawa Timur, Arema FC dan Persebaya Surabaya, di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Malang, Sabtu (1/10/2022).KOMPAS.com/Suci Rahayu Kericuhan dan kerusuhan mewarnai pertandingan pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 bertajuk derbi Jawa Timur, Arema FC dan Persebaya Surabaya, di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Malang, Sabtu (1/10/2022).

Dilansir dari Kompas.com, Minggu (2/10/2022), Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur, Irjen Nico Afinta mengungkapkan krinologi pecahnya kerusuhan suporter Aremania itu.

Mulanya suporter Aremania merangsek turun ke lapangan dengan cara meloncati pagar lantaran tidak terima atas kekalahan Arema FC dari Persebaya dengan skor 2-3 itu.

"Mereka turun untuk tujuan mencari pemain dan pihak manajemen, kenapa bisa kalah," ujarnya.

Jajaran petugas keamanan yang berjaga mencoba untuk menghalau suporter tersebut. Namun gelombang suporter yang turun ke lapangan semakin tidak terkendali.

Menurut Nico, ada sekitar 3.000 suporter yang saat itu turun ke lapangan.

"Sehingga terpaksa jajaran keamanan menembakkan gas air mata," tandasnya.

Di sisi lain, Dwi, salah satu saksi mata atas insiden itu menduga, korban mulai berjatuhan akibat adanya tembakan gas air mata yang mengakibatkan suporter mengalami sesak napas.

"Selain itu saya lihat ada banyak orang terinjak-injak saat suporter berlarian akibat tembakan gas air mata," ucap Dwi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com