KOMPAS.com - Perjanjian pranikah, perjanjian perkawinan, atau kerap disebut prenuptial agreement merupakan perjanjian antara pasangan suami istri selama perkawinan berlangsung.
Perjanjian pranikah tertuang dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan).
Pasal tersebut mengatur bahwa kedua pihak pada waktu atau sebelum perkawinan, dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan.
Baca juga: Cara Mengurus Buku Nikah yang Rusak, Hilang, dan Salah Tulis
Dikutip dari Jurnal Dinamika Hukum (2008), terdapat beberapa pengertian tentang apa itu perjanjian pranikah.
Menurut Happy Susanto, perjanjian pranikah adalah perjanjian yang dibuat pasangan calon pengantin sebelum melangsungkan perkawinan.
Isi perjanjian ini, nantinya akan mengikat hubungan perkawinan keduanya.
Soetojo Prawirohamidjojo mengartikan, perjanjian pranikah sebagai persetujuan yang dibuat calon suami dan istri sebelum atau pada saat perkawinan, untuk mengatur akibat-akibat perkawinan terhadap harta kekayaan.
Umumnya, perjanjian pranikah berisi tentang pengaturan harta kekayaan calon suami dan istri.
Namun demikian, perjanjian ini juga dapat mengatur hal penting lain, seperti kekerasan dalam rumah tangga, menjanjikan salah satu pihak untuk tetap melanjutkan bekerja sesudah menikah, dan sebagainya.
Baca juga: Apa Itu Hukum Perdata?
Perjanjian perkawinan umumnya mengatur ketentuan bagaimana pemisahan harta kekayaan suami dan istri selama perkawinan.
Sebab pada dasarnya, harta yang diperoleh selama perkawinan, baik atas nama suami maupun istri, merupakan milik bersama atau harta bersama (gono-gini).
Hal itu sesuai dengan Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Per), yakni:
"Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh diadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami istri."
Setelah bubarnya ikatan perkawinan baik karena cerai maupun kematian, harta bersama tersebut dibagi menjadi dua antara suami dan istri, atau diserahkan kepada ahli waris tanpa memikirkan dari mana harta berasal.
Selanjutnya, dalam Pasal 35 UU Perkawinan, harta perkawinan dibagi menjadi dua macam, yaitu:
Baca juga: Menikahi Sepupu Diperbolehkan secara Agama, Bagaimana dari Sisi Kesehatan?