Pada 2016, namanya mulai santer terdengar ketika dirinya bertekad maju sebagai calon gubernur DKI melalui Partai Demokrat pada 2017.
Kendati demikian, Hasnaeni harus kembali mengurungkan niatnya lantaran saat itu Demokrat justru mengusung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Sylvia Murni di Pilgub DKI.
Seolah tak putus asa, pada 2019 Hasnaeni pernah menyatakan keinginannya maju sebagai calon legislatif (caleg) DPRD DKI Jakarta.
Alih-alih maju lewat Demokrat, dia mengaku hendak mencalonkan diri dari Partai PDI Perjuangan. Kendati demikian, rencana pencalonannya itu tidak terdengar lagi.
Baca juga: Sosok Hasnaeni Wanita Emas, Sempat Ramaikan Pilkada DKI, Kini Jadi Tersangka Korupsi
Julukan "Wanita Emas" seolah melekat pada Hasnaeni. Sebab, julukan itu sudah digunakannya sejak 2010 ketika maju di Pilkada Tangerang Selatan.
Dikutip dari Kompas.com (2016), julukan "Wanita Emas" memiliki makna tersendiri.
"Emas itu sebenarnya adalah kepanjangan dari 'Era Masyarakat Sejahtera'," ujar Hasnaeni.
Di sisi lain, dia mengatakan bahwa "Emas" merupakan simbol dari kesejahteraan.
Dengan menggunakan nama panggilan "Wanita Emas", dia berharap bisa menjadi wanita yang membawa kesejahteraan untuk masyarakat luas.
Pada 2022, namanya kembali terdengar. Bukan sebagai bakal calon Pilkada, melainkan sebagai tersangka kasus korupsi.
Hasnaeni diduga terlibat penyimpangan dan penyelewengan dana salah satu anak perusahaan PT Waskita Karya (Persero) Tbk.
Diberitakan oleh Kompas.com, Kamis (22/9/2022), Hasnaeni ditetapkan sebagai tersangka bersama 4 orang lainnya.
Keempat tersangka itu, di antaranya AW selaku pensiunan atau mantan Direktur Pemasaran PT Waskita Beton Precast, Tbk (2016-2020), AP selaku General Manager Pemasaran PT Waskita Beton Precast, Tbk (2016-2020), BP selaku Staf Ahli Pemasaran (expert) PT Waskita Beton Precast, Tbk dan A yang merupakan pensiunan karyawan PT Waskita Beton Precast, Tbk.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung Kuntadi mengatakan, selama tahun 2016-2022 perusahaan tersebut telah melakukan pengadaan fiktif, pengadaan barang tidak dapat dimanfaatkan, dan beberapa pengadaan tidak dapat ditindaklanjuti.
Atas perbuatan itu, negara harus menaggung kerugian sebesar Rp 2.583.278.721.001.
(Sumber: Kompas.com/ Penulis: Fitria Chusna Farisa, Rahel Narda Chaterine, Jessi Carina, David Oliver Purba | Editor: Fitria Chusna Farisa, Sabrina Asril, Fidel Ali, Indra Akuntono)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.