Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Perilaku Klepto, Ambil Barang untuk Mengurangi Kecemasan, Ini Kata Psikolog

Kompas.com - 15/08/2022, 20:05 WIB
Retia Kartika Dewi,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Topik seputar "Klepto" menjadi salah satu trending topik Twitter pada Senin (15/8/2022).

Awalnya, topik ini mencuat lantaran beredarnya video dugaan pencurian cokelat oleh seorang ibu-ibu di gerai minimarket di Kecamatan Cisauk, Tangerang Selatan.

Kemudian, ibu tersebut mengeluarkan cokelat yang diduga dicuri dan masuk ke dalam gerai lagi untuk membayar seharga barang apa saja yang diambil.

Namun, polemik menjadi merembet lantaran dugaan pelanggaran UU ITE yang dilakukan oleh pegawai Alfamart.

Hingga Senin (15/8/2022) sore, sebanyak 12.700 pengguna Twitter pun sudah menuliskan twit seputar topik "Klepto".

Lalu, apa itu "Klepto" dan bagaimana penjelasan dari psikolog mengenai kondisi ini?

Baca juga: Karyawan Alfamart Sebar Video Pencuri Cokelat, Tak Bisa Dijerat UU ITE Meski Pelaku Sudah Bayar Denda

Apa itu klepto?

Psikolog Klinis sekaligus Dosen Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata, Christin Wibhowo mengatakan bahwa klepto atau kleptomania termasuk dalam gangguan kepribadian, kebiasaan, dan impuls.

Hal itu berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ).

"Jadi, klepto itu tidak sekadar gangguan di otak, tapi juga sudah masuk gangguan kebiasaan," ujar Christin saat dihubungi Kompas.com, Senin (15/8/2022).

Menurut dia, ciri orang yang mengalami klepto adalah sering mengutil dan mencuri barang secara berulang.

"Tapi, mencuri barang di sini bukan kriminal atau suatu kejahatan, atau karena penderita membutuhkan barang itu, memang (perilaku klepto) tidak dapat dikendalikan," lanjut dia.

Christin menjelaskan, umumnya, orang yang menderita klepto itu mengambil atau mencuri barang yang tidak dibutuhkannya atau yang tidak menguntungkan bagi dia.

Tetapi, tindakan itu muncul karena penderita mengalami kecemasan dan menjadi impulsif.

Impulsif itu kemudian disalurkan atau dipuaskan dengan cara mengambil barang orang lain.

"Sebab, jika dia tidak mengambil barang, maka kecemasannya memuncak. Jadi orang itu ketika mengambil barang ada perasaan lega, tapi kemudian ada rasa bersalah, dan menimbulkan depresi," ujar Christin.

Baca juga: Alfamart Resmi Polisikan Ibu Pengutil Cokelat atas Dugaan Pencurian dan Intimidasi Karyawan

Ilustrasi cemasshutterstock Ilustrasi cemas

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com