Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tugas dan Wewenang Mahkamah Konstitusi

Kompas.com - 10/08/2022, 12:04 WIB
Diva Lufiana Putri,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tugas dan wewenang Mahkamah Konstitusi adalah sebagai pengawal dan penafsir konstitusi RI, yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (UUD NRI 1945).

Tugas dan wewenang MK tersebut, sebagaimana dikemukakan Ahmad Syahrizal dalam buku Peradilan Konstitusi: Suatu Studi tentang Adjudikasi Konstitusional sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif (2006).

Bersama Mahkamah Agung (MA), MK adalah lembaga negara yang menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman.

Baca juga: Tugas dan Wewenang MA

Adapun, kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Sebagai lembaga yang menjalankan kekuasaan kehakiman, kedudukan MK dan MA dalam sistem ketatanegaraan Indonesia adalah sederajat.

Hal itu seperti tercantum dalam Pasal 24 ayat (2) UUD NRI 1945.

Baca juga: Tugas Mahkamah Konstitusi

Lantas, apa saja tugas dan wewenang MK?

Tugas dan wewenang MK

Tugas dan wewenang MK tertuang dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945. Tugas dan wewenang tersebut antara lain:

  • Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar.
  • Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar.
  • Memutus pembubaran partai politik.
  • Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (pemilu).

Selain itu, tugas dan wewenang MK juga diatur dalam Pasal 24C ayat (2) UUD NRI 1945, yakni memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.

Tugas dan wewenang tersebut juga tertera dalam Pasal 7B ayat (1) UUD NRI, yaitu MK bertugas memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat DPR terkait pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden tersebut, antara lain karena melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.

Pemberhentian juga bisa dilakukan jika Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat untuk menjabat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Baca juga: Sekilas tentang Kasus Nurhadi, Mantan Sekretaris MA yang Sempat Menjadi Buronan KPK...

Hakim konstitusi

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memimpin jalannya sidang perkara Pengujian Formil dan Materiil UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD 1945 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (10/6/2021). Sidang dengan acara mendengarkan keterangan DPR dan Presiden tersebut ditunda dan akan digelar kembali pada 17 Juni 2021. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.SIGID KURNIAWAN Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memimpin jalannya sidang perkara Pengujian Formil dan Materiil UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD 1945 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (10/6/2021). Sidang dengan acara mendengarkan keterangan DPR dan Presiden tersebut ditunda dan akan digelar kembali pada 17 Juni 2021. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.

Merujuk Pasal 24C ayat (3) UUD NRI 1945, MK terdiri dari sembilan anggota hakim konstitusi.

Sembilan hakim konstitusi tersebut diajukan masing-masing tiga oleh Mahkamah Agung, DPR, dan Presiden.

Hakim konstitusi terpilih kemudian ditetapkan oleh Presiden melalui Keputusan Presiden.

Baca juga: Gaji Presiden dan Wakil Presiden Indonesia

Selanjutnya, sebagaimana dalam Pasal 24C ayat (4) UUD NRI 1945, para hakim konstitusi memilih ketua dan wakil ketua Mahkamah Konstitusi.

Sehingga, susunan MK terdiri dari satu orang ketua yang merangkap anggota, satu orang wakil ketua yang merangkap anggota, serta tujuh anggota hakim konstitusi.

Ketentuan di atas, tertuang dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: Ramai soal Menkes Terawan, Kemenkes: Pak MK, Alhamdulillah Sehat

Sejarah MK

Dilansir dari laman resmi, MK adalah lembaga negara yang baru didirikan pada 13 Agustus 2003.

Kehadiran MK di Indonesia merupakan hasil dari perubahan atau amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) pada 2001. 

Pada amandemen ketiga UUD 1945, dirumuskan Pasal 24C yang memuat ketentuan tentang MK.

Guna merinci dan menindaklanjuti amanat konstitusi tersebut, pemerintah bersama DPR membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: Simak, Ini Tata Cara dan Syarat Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK

RUU yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK ini disahkan dalam sidang paripurna DPR pada 13 Agustus 2003.

13 Agustus 2003 inilah yang kemudian disepakati para hakim konstitusi sebagai hari lahir Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Adapun sesuai ketentuan Pasal 24C ayat (3) UUD 1945, tiga lembaga negara yakni DPR, Presiden, dan MA mengajukan masing-masing tiga hakim konstitusi.

Setelah terpilih dan ditetapkan oleh Presiden, sembilan hakim konstitusi periode pertama ini kemudian menjabat selama lima tahun, mulai 2003 hingga 2008.

Baca juga: Duduk Perkara Penyitaan Aset First Travel Versi Mahkamah Agung


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com