Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duduk Perkara Penyitaan Aset First Travel Versi Mahkamah Agung

Kompas.com - 17/11/2019, 07:33 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kabar penyitaan aset milik First Travel oleh negara meresahkan sebagian besar jemaah tour and travel tersebut. Pasalnya, pihak yang paling dirugikan dari kasus penipuan berbasis travel umrah tersebut adalah para jemaah.

Namun, sebenarnya bagaimana duduk perkara penyitaan aset First Travel ini oleh negara?

Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Abdullah mengatakan, tidak seluruhnya aset First Travel diambil oleh negara.

"Tidak seluruhnya dirampas negara, seperti ada beberapa barang bukti yang dikembalikan pada agen," kata Abdullah kepada Kompas.com, Sabtu (16/11/2019).

Menurut Abdullah, persoalan First Travel tidak hanya melibatkan satu orang, tapi puluhan ribu.

Jika yang menjadi korban hanya satu dan terbukti pemiliknya yang bersangkutan di persidangan, maka menurut Abdullah bisa dikembalikan ke orang itu.

"Sementara First Travel kan tidak ada yang dihadirkan di persidangan, ribuan itu uangku berapa, daftar lewat siapa, buktinya mana, ada tidak yang menunjukkan itu. Saksinya apa didatangkan semua, ribuan itu," ujar Abdullah.

Baca juga: Pakar Hukum Pidana: Penyitaan Aset First Travel Membingungkan

"Nah, sekarang seandainya diserahkan, diserahkan ke siapa, jamaah yang mana, gimana cara membaginya, siapa yang berani mengatasnamakan kelompok itu kira-kira?" lanjutnya.

Abdullah mengatakan, dari pengadilan tingkat pertama perwakilan korban sudah ditanyai apakah mereka siap untuk membagi itu, tapi mereka menolak.

Sebab, pembagiannya rumit dan berpotensi untuk menimbulkan masalah baru.

"Bagi wong sak mono akehe opo yo gak klenger (membagikan kepada orang segitu banyaknya apa ya tidak pusing). Kalau dibagi itu kira-kira cukup tidak, kalau tidak cukup bagaimana?" kata Abdullah.

Karenanya, menurut Abdullah negara berhak mengambil aset yang tidak jelas kepemilikannya itu.

Hal itu sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 39 yang berbunyi:

Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas.

Lebih lanjut mengenai pasal tersebut, Abdullah menjelaskan bahwa dirampas itu bisa dimusnahkan atau diambil untuk negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com