Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

24 Mei Hari Skizofrenia Sedunia, Apa Itu dan Bagaimana Gejalanya?

Kompas.com - 24/05/2022, 14:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tanggal 24 Mei diperingati sebagai Hari Skizofrenia Sedunia.

Hari Skizofrenia Sedunia pertama kali dicetuskan oleh Yayasan Skizofrenia Nasional di Perancis, untuk menghormati dr. Philippe Pinel.

Dilansir dari Banyan Mental Health, Philippe Pinel merupakan seorang tokoh yang menggagas perawatan dan pengobatan penyakit mental. 

Peringatan Hari Skizofrenia Sedunia sekaligus menjadi ajang penghapusan stigma dan diskriminasi yang masih sering menimpa penderita penyakit ini.

Baca juga: Indonesia Peringkat 1 Negara dengan Skizofrenia, Stigma Harus Dihilangkan

Lantas, apa itu skizofrenia?

Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan kesehatan mental serius yang memengaruhi kemampuan individu untuk berpikir, merasakan, dan berperilaku jernih.

Dilansir dari Kompas.com, penderita skizofrenia umumnya sulit membedakan hal nyata dan tidak.

Penderita skizofrenia juga biasanya menunjukkan gejala halusinasi dan delusi, penarikan diri dari lingkungan sosial, pengabaian diri, serta kehilangan motivasi.

Untuk mengetahui seseorang menderita skizofrenia atau tidak, harus melalui pemeriksaan dokter spesialis kejiwaan atau psikiater.

Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), skizofrenia memengaruhi sekitar 24 juta orang atau 1 dari 300 orang di seluruh dunia.

Gejala awal skizofrenia paling sering terjadi pada masa remaja atau usia dua puluhan, serta cenderung terjadi lebih awal di pria dibanding wanita.

Gejala skizofrenia

Melansir dari Mayo Clinic, skizofrenia ditandai dengan beberapa gangguan signifikan seperti:

  • Delusi, yakni keyakinan palsu yang tidak berdasarkan pada kenyataan. Misalnya, penderita berpikir sedang disakiti atau merasa bencana besar sedang terjadi.
  • Halusinasi, biasanya melihat, mendengar, atau merasakan hal-hal yang tidak ada.
  • Pikiran tidak teratur, akan memunculkan ucapan yang tidak teratur pula. Biasanya, kata-kata yang diucapkan cenderung tidak bisa dipahami.
  • Perilaku motorik yang abnormal, seperti penolakan terhadap instruksi dan membuat gerakan tidak berguna atau berlebihan.
  • Gejala negatif, mengacu pada kurangnya kemampuan untuk berfungsi secara normal. Misalnya, seseorang yang mengabaikan kebersihan pribadi dan menarik diri dari kegiatan lingkungan.

Gejala tersebut memiliki tingkat keparahan yang bervariasi. Pada pria, gejala skizofrenia biasanya dimulai pada awal pertengahan 20-an.

Sementara pada wanita, gejala biasanya muncul di akhir usia 20-an. Untuk anak-anak dan usia lebih dari 45 tahun, sangat jarang didiagnosis mengalami skizofrenia.

Baca juga: Mengenal Gejala Dini Skizofrenia, Penyakit yang Pernah Diderita Novi Amelia

 

Gejala skizofrenia pada remaja

Meski cenderung muncul saat usia 20-an, tak menutup kemungkinan remaja juga merasakan gejala skizofrenia.

Umumnya, gejala pada remaja mirip dengan gejala pada orang dewasa. Namun, kondisinya lebih sulit untuk dikenali.

Hal tersebut lantaran beberapa gejala awal skizofrenia pada remaja mirip dengan masa perkembangan selama remaja, seperti:

  • Penarikan dari teman dan keluarga
  • Prestasi di sekolah menurun
  • Sulit tidur
  • Suasana hati yang tertekan
  • Kurang motivasi

Dibandingkan dengan gejala skizofrenia pada dewasa, remaja lebih kecil kemungkinan untuk mengalami delusi.

Namun, ia akan lebih mungkin untuk mengalami halusinasi visual, seperti melihat sesuatu yang tidak nyata.

Baca juga: Gratis, Ini Cara Konsultasi ke Psikiater Menggunakan BPJS Kesehatan

Pengobatan

Terapi bagi penderita skizofrenia harus dengan pendampingan psikiater. 

Selain dengan obat-obatan, penderita skizofrenia juga harus mendapat dukungan penuh dari lingkungan sekitar, terutama keluarga dan teman.

Stigma bahwa penderita skizofrenia tidak bisa hidup normal, juga perlu dihilangkan agar penderita tidak merasa terkucilkan.

Dilansir dari Kompas.com, sebuah penelitian pada 2007, menunjukkan bahwa pasien skizofrenia yang mendapat dukungan keluarga dan orang-orang terdekat menunjukkan kondisi yang lebih stabil dan bisa berkomunikasi secara normal.

Sementara itu, meski sudah dinyatakan sembuh, penyintas skizofrenia tetap perlu pendampingan lantaran angka kekambuhan pada kasus skizofrenia mencapai 20-50 persen.

Peran keluarga pasca perawatan juga sangat dibutuhkan untuk mengembalikan kemampuan sosial penyintas skizofrenia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com