Masalah di dunia ini semakin kompleks dan membutuhkan kepemimpinan perempuan untuk melahirkan berbagai solusi yang out of the box.
Menurut pemimpin perempuan dalam agenda virtual World Economic Forum (WEF) Maret 2022, ada lima prioritas global yang harus diselesaikan: membangun kembali kepercayaan, inklusivitas dan kesetaraan, pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, akses terhadap teknologi digital, dan menyelesaikan isu perubahan iklim. Masalah ini tentu membutuhkan berbagai pendekatan, pola pikir, dan perspektif, baik itu dari laki-laki maupun perempuan.
Menurut Tomas Chamorro-Premuzic dan Cindy Gallop, dalam artikel yang berjudul 7 Leadership Lessons Men Can Learn from Women, ada tujuh pelajaran yang bisa dipelajari pemimpin laki-laki dari perempuan. Namun, dalam konteks ini, saya hanya menuliskan lima saja. Pertama, jangan bersandar ketika tidak punya hal untuk bersandar. Maksudnya adalah jangan percaya dengan orang yang percaya diri, tetapi tidak memiliki kemampuan apapun.
Kedua, tahu batas dalam diri. Maksudnya adalah perlu adanya balance antara self-confident dengan self-awareness. Ketiga, memotivasi melalui transformasi, yang menurut banyak studi akademik, perempuan cenderung memimpin melalui inspirasi dan menyelaraskan orang lain dengan makna dan tujuan.
Keempat adalah mendahulukan kepentingan banyak orang dan fokus untuk meningkatkan kemampuan orang lain. Menurut Grijalva, et al (2015), laki-laki lebih cenderung memimpin dengan perasaan narsistik dibandingkan perempuan. Ini menghilangkan kemampuan untuk fokus meningkatkan orang lain.
Selain itu, pernyataan implisitnya adalah perempuan tingkat narsistik perempuan tidak lebih tinggi dari laki-laki. Perempuan dapat menjadi mentor dan coach yang lebih baik, yang membuat orang-orang di sekitarnya bisa meningkatkan diri mereka. Kelima adalah memimpin dengan empati. Sepanjang sejarah, perempuan telah terstigmatisasi terlalu baik dan berperasaan untuk menjadi pemimpin. Sekarang, justru era pemimpin empati dan perempuan punya sisi empati yang lebih baik dibandingkan laki-laki.
Pelajaran yang disampaikan oleh Chamorro-Premuzic dan Cindy Gallop bukan berarti secara keseluruhan perempuan lebih baik dibandingkan laki-laki. Ada aspek di mana perempuan lebih baik, begitu pula sebaliknya. Ada aspek di mana laki-laki lebih baik dari perempuan.
Yang kita butuhkan bukanlah mengkotak-kotakkan perempuan dan laki-laki, tetapi menyatukannya dalam satu kotak. Artinya adalah bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kualitas untuk menjadi seorang pemimpin. Karakter-karakter mereka bahkan bisa saling melengkapi satu sama lain.
Oleh karena itu, kita perlu mendorong supaya semakin banyak bermunculan Kartini-kartini di masa depan. Perempuan perlu terus diberi ruang yang luas untuk menjadi pemimpin, tanpa dibubuhi oleh stigma apapun.
Di atas itu semua, kita perlu hadirkan ekosistem di mana jumlah pemimpin laki-laki dan perempuan bisa seimbang. Tidak hanya di sektor pendidikan, melainkan di seluruh sektor, karena di masa depan, seluruh sektor tersebut akan bersinergi. Pemimpin wanita dan pria yang bersinergi secara harmonis akan menghasilkan sebuah hasil yang menurut saya menakjubkan. Sinergi itulah yang dibutuhkan Indonesia ke depan. Jadi, mari kita sama-sama ciptakan ekosistem srikandi hebat yang inklusif dan setara.
"Bagi saya hanya ada dua macam keningratan: keningratan pikiran dan keningratan budi. Tidak ada yang lebih gila dan bodoh menurut persepsi saya daripada melihat orang, yang membanggakan asal keturunannya. Apakah berarti sudah beramal soleh, orang yang bergelar Graaf atau Baron? Tidak dapat mengerti oleh pikiranku yang picik ini." -RA Kartini
Selamat Hari Kartini 2022!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.