MASA depan, menurut orang bijak, hanya bisa diprediksi dengan menciptakannya. Pun demikian dengan salah satu bahasan trending di bidang teknologi sekarang, Metaverse dan Artificial Intelligence (AI).
Apakah masa depan kedua layanan ini cerah, atau sekadar global hype yang takkan berdampak ke perusahaan di tanah air?
Apa ini sekadar tren sesaat yang sulit berdampak ke korporasi imbas naiknya kepuasaan customer experience (CX)?
Pada 6 Februari 2022 lalu, sebagaimana dinukil dari Futurism, Guru Besar Pemasaran dari New York University, Scott Galloway, menyatakan, bisnis terkait Metaverse patut diragukan sejak dini.
Sebab, Facebook sebagai basis utama pengembangan Metaverse layanannya sudah ditinggalkan generasi Z sebagai pangsa utama layanan tersebut.
"Jika dia sukses, maka ini menjadi salah satu pencapaian sangat impresif," tulisnya dalam artikelnya, Meta Roasted.
Sebelum memaparkan lebih lanjut berhasil atau tidaknya kedua layanan tersebut, penulis menyodorkan definisi Metaverse dan AI dari perspektif praktisi.
Metaverse adalah konsep dunia alternatif, di antara interaksi riil dan virtual dengan memanfaatkan teknologi VR (Virtual Reality).
Selain VR, juga memungkinkan diberikan AR (Augmented Reality), hingga MR (Mixed Reality), sehingga perusahaan akan lebih mampu mengenali historis perjalanan konsumen, terutama dari generasi milenial dan generasi Z sebagai warganet terbesar di Indonesia.
Dengan standing point tersebut, berjuta kemungkinan bisa terjadi sebab prinsip Metaverse adalah mengembangkan esensi layanan internet yang membuka ruang kreativitas tanpa batas.
Maka, ini berarti menjanjikan peluang bisnis yang luas dan terus meluas.
Jauh sebelum wacana Metaverse dicuatkan Mark Zuckerberg, kita sudah menyaksikan bersama, sejumlah Youtuber dengan sumber daya minimal sekalipun (modal smart phone), sudah sangat efektif menarik perhatian jutaan khalayak disertai monetisasi lumayan dibandingkan media massa konvensional yang padat modal/sumber daya.
Sementara AI, hemat penulis adalah definisi luas dari program yang memungkinkan komputer dapat merasakan, menalar, mengambil keputusan, dan bahkan beradaptasi layaknya memiliki kecerdasan seorang manusia.
Hal ini terjadi karena AI dihasilkan dari Machine Learning (ML), yakni algoritma yang dapat diimplementasikan guna membuat mesin memiliki kecerdasan buatan melalui proses pemanfaatan limpahan data yang dapat dianalisa secara berkala.
AI akan membuat data menjadi lebih dari sekadar data yang dapat dibaca, namun bersifat interaktif.