Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pernah Serahkan Senjata Nuklir Puluhan Tahun Lalu, Ukraina Kini Menyesal

Kompas.com - 25/02/2022, 09:00 WIB
Nur Rohmi Aida,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Rusia melancarkan serangannya atas Ukraina semenjak Kamis (24/2/2022).

Apa yang dilakukan Rusia ini menjadi semacam pelanggaran atas perjanjian yang pernah dibuat.

Pada akhir perang dingin, Ukraina adalah negara ketiga yang memiliki persenjataan nuklir terbesar di dunia.

Runtuhnya Uni Soviet  membuat Ukraina sebagai negara yang saat itu baru merdeka memiliki setidaknya 5.000 senjata nuklir yang diletakkan Moskow di wilayah negaranya.

Selain itu, pangkalan militer Ukraina juga menyimpan sejumlah rudal jarak jauh.

Namun beberapa puluh tahun lalu, Ukraina memilih melucuti senjata nuklirnya dengan imbalan jaminan keamanan.

Kini, saat negara tersebut diserang, Ukraina seolah menjadi negara tak berdaya.

“Ukraina adalah satu-satunya negara dalam sejarah manusia yang menyerahkan persenjataan nuklir, terbesar ketiga di dunia pada tahun 1994, dengan jaminan dari AS, Inggris dan Federasi Rusia. Di mana jaminan ini? Sekarang kami dibom dan dibunuh,” kata Anggota Parlemen Ukraina Alexey Goncharenko dikutip dari Indiatoday, Kamis (24/2/2022).

Ukraina menandatangani Memorandum Budapest dengan ketentuan bahwa Ukraina akan sepenuhnya melakukan denuklirisasi.

Meskipun ketika itu pertimbangan penyerahan adalah pertimbangan ekonomi dan politik, namun kini negara itu seolah menyesali keputusan tersebut.

“Kami memberikan kemampuan itu (nuklir) secara cuma-cuma,” ujar Mantan Menteri Pertahanan Ukraina Andriy Zahorodniuk .

Posisi Ukraina  secara militer kini jauh lebih lemah dibanding Rusia. Mereka kini hanya bisa meminta dukungan pada PBB dan sekutu barat yang seolah bersikap ambigu.

Menteri Luar Negeri Ukraina Kuleba mengatakan kepada Majelis Umum PBB bahwa negaranya pernah menjadi kekuatan nuklir terbesar ketiga di dunia namun memilih menyerahkan senjata atas nama perdamaian dunia.

“Kami harap dunia secara timbal balik memastikan keamanan kami,” ujarnya.

Baca juga: Ukraina Trending di Twitter, Ini Alasan Rusia Lancarkan Perang

Memorandum Budapest

Apa yang dilakukan oleh Rusia hari ini, Kamis (24/2/2022), dianggap dunia telah melanggar Memorandum Budapest.

Namun Rusia membela diri bahwa agresi yang mereka lakukan adalah langkah berbeda dengan perjanjian yang pernah dibuat dahulu.

Di mana saat ini mereka menyerang pemerintahan yang berbeda dengan saat perjanjian,  karena yang saat ini adalah penyerangan masa pemerintahan yang dianggap tidak sah (merujuk pada perselisihan lama terkait penggulingan Mantan Presiden Ukraina yang pro Rusia Viktor Yanukovych).

Dikutip dari Ny Times, perjanjian Memorandum Budapest sendiri adalah kesepakatan yang ditandatangani oleh Rusia, Ukraina, Inggris dan Amerika Serikat.

Perjanjian tersebut berisi kesepakatan bahwa tak akan ada negara yang memakai kekuatan atau ancaman pada Ukraina. Selain itu, ada pula kesepakatan bahwa semua negara akan menghormati kedaulatan dan perbatasan yang ada.

Perjanjian tersebut juga menyebut bahwa jika agresi terjadi penandatangan akan meminta tindakan segera dari Dewan Keamanan PBB untuk membantu Ukraina.

Perjanjian ini ditandatangani di awal tahun 1994 dan disepakati di akhir tahun 1994.

Baca juga: Tanggapan Sejumlah Negara atas Serangan Rusia ke Ukraina

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

BMKG Ungkap Sejumlah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada Awal Musim Kemarau

BMKG Ungkap Sejumlah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada Awal Musim Kemarau

Tren
Penyebab dan Gejala Meningitis yang Perlu Diwaspadai, Salah Satunya Sakit Kepala

Penyebab dan Gejala Meningitis yang Perlu Diwaspadai, Salah Satunya Sakit Kepala

Tren
Deretan Negara yang Tak Menerima Warga Israel, Terbaru Maladewa

Deretan Negara yang Tak Menerima Warga Israel, Terbaru Maladewa

Tren
Daftar Peserta dan Jadwal Lengkap Euro 2024

Daftar Peserta dan Jadwal Lengkap Euro 2024

Tren
Sebelum Mundur dari Kepala Otorita IKN, Bambang Pernah Curhat Tak Digaji 11 Bulan

Sebelum Mundur dari Kepala Otorita IKN, Bambang Pernah Curhat Tak Digaji 11 Bulan

Tren
Alasan Pakaian Astronot Selalu Berwarna Putih, Ini Fungsinya

Alasan Pakaian Astronot Selalu Berwarna Putih, Ini Fungsinya

Tren
BPJS Kesehatan Jadi Syarat Membuat dan Memperpanjang SIM mulai 1 Juli 2024

BPJS Kesehatan Jadi Syarat Membuat dan Memperpanjang SIM mulai 1 Juli 2024

Tren
5 Fakta Seputar Kasus Viral Ibu dan Anak Baju Biru di Tangsel, Bermula dari Ancaman FB

5 Fakta Seputar Kasus Viral Ibu dan Anak Baju Biru di Tangsel, Bermula dari Ancaman FB

Tren
Warga Arab Saudi Tak Boleh Setiap Tahun Naik Haji, Tunggu 5 Tahun Dulu

Warga Arab Saudi Tak Boleh Setiap Tahun Naik Haji, Tunggu 5 Tahun Dulu

Tren
Benarkah Huruf Y Akan Dihapus dari Alfabet? Ini Kata Badan Bahasa

Benarkah Huruf Y Akan Dihapus dari Alfabet? Ini Kata Badan Bahasa

Tren
Jarang Diketahui, Ini Manfaat Jalan Kaki Kurang dari 5.000 Langkah Per Hari

Jarang Diketahui, Ini Manfaat Jalan Kaki Kurang dari 5.000 Langkah Per Hari

Tren
Kapan Waktu Sarapan Terbaik dan Terburuk untuk Penderita Diabetes? Ini Kata Ahli

Kapan Waktu Sarapan Terbaik dan Terburuk untuk Penderita Diabetes? Ini Kata Ahli

Tren
Peneliti Temukan Bahan Legging Olahraga Bisa Picu Kanker, Apa Itu?

Peneliti Temukan Bahan Legging Olahraga Bisa Picu Kanker, Apa Itu?

Tren
Daftar 12 Instansi Pusat yang Sudah Umumkan Formasi CPNS dan PPPK 2024

Daftar 12 Instansi Pusat yang Sudah Umumkan Formasi CPNS dan PPPK 2024

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 4-5 Juni 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 4-5 Juni 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com