Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyintas Covid-19 Rawan Terkena Gangguan Kesehatan Mental, Begini Pencegahannya

Kompas.com - 19/02/2022, 08:30 WIB
Alinda Hardiantoro,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Sejumlah negara mencatat adanya kenaikan tingkat depresi, kecemasan, tekanan psikologi hingga gangguan stress selama pandemi Covid-19.

Studi di Amerika Serikat menemukan bahwa penyintas Covid-19 berisiko mengalami gangguan kesehatan mental.

Studi yang dilakukan pada 150.000 orang tersebut menemukan korelasi antara paparan infeksi Covid-19 dengan masalah kesehatan mental yang jauh lebih parah.

Dilansir dari Daily Mail, Rabu (16/2/2022), 40 persen penyintas Covid-19 berisiko terkena gangguan kesehatan mental seperti depresi dan kesulitan tidur. Sementara 20 persen lainnya berpotensi mengonsumsi zat adiktif selang satu tahun pasca terpapar Covid-19.

Dan sebagian lainnya berisiko mengalami gangguan stres pasca-trauma (PTSD), keinginan untuk bunuh diri, dan serangan rasa panik.

Studi selanjutnya yang dilansir dari The New York Times, Rabu (16/2/2022), menyimpulkan bahwa penyintas Covid-19 memiliki risiko setinggi 80 persen mengalami permasalahan kognitif seperti kabut otak atau brain fog, kebingungan, dan gangguan mudah lupa.

Mereka juga berisiko 34 persen mengalami gangguan opioid dan 20 persen berisiko menggunakan zat non-opioid seperti alkohol.

Baca juga: Jangan Katakan 8 Pernyataan Ini kepada Penyintas Covid-19

Berbagai gangguan kesehatan mental di masa pandemi 

Adanya risiko gangguan kesehatan mental yang dialami para penyintas Covid-19 dibenarkan oleh psikolog Ivana Kamilie, M.Psi., Psikolog Klinis, Psikolog Personal Growth.

“Kalau dari penelitian-penelitian memang menunjukkan kalau penyintas Covid-19 ini rentan mengalami gangguan mental. Dan gangguan mentalnya biasanya terkait dengan depresi, kecemasan, lalu ada juga PTSD,” kata Ivana kepada Kompas.com, Jumat (18/2/2022).

Ilustrasi depresi pascamelahirkan Ilustrasi depresi pascamelahirkan
Depresi dan kecemasan yang dialami oleh penyintas Covid-19 ini terjadi lantaran keadaan lingkungan di sekitar dan isu-isu yang berkaitan dengan pandemi.

“Misalnya dengan isu pekerjaan. Apakah nanti si penyintas setelah dia sembuh performanya masih akan baik seperti dulu atau tidak. Jadi ada kecemasan-kecemasan terkait hal seperti itu,” kata Ivana.

Dilansir dari The New York Times, meningkatnya gangguan kesehatan mental pada penyintas Covid-19 ini juga dikarenakan adanya isolasi sosial, tekanan ekonomi, kehilangan orang yang dicintai dan perjuangan-perjuangan hidup lainnya selama masa pandemi.

Sementara pada kasus PTSD misalnya, Ivana mengatakan bahwa faktor lingkungan sangat mempengaruhi terjadinya gangguan kesehatan itu. Misalnya beredarnya kasus kematian akibat paparan Covid-19.

Ivana juga mengungkapkan bahwa selama masa pandemi sering terjadi gangguan mental berupa obsesif kompulsif disorder yang juga dirasakan baik oleh penyintas Covid-19 maupun mereka yang tidak terkena Covid-19.

Obsesif kompulsif disorder bisa bergejala berupa perubahan perilaku yang terlalu signifikan, seperti terlalu sering membersihkan sesuatu di sekitarnya.

“Jadi mereka jadi lebih sering-sering untuk bebersih, gitu ya. Karena takut ada virus. Cuci tangan, mandi. Jadi ada pengulangan-pengulangan kegiatan yang mereka lakukan untuk menjaga kebersihan mereka,” jelas Ivana.

Kendati demikian, Ivana kembali menegaskan bahwa kriteria obsesif kompulsif disorder tidak hanya soal gemar melakukan bersih-bersih saja, melainkan ada kriteria-kriteria lainnya yang menjadi barometer bahwa seseorang dipastikan mengidap obsesif kompulsif disorder.

Berbagai gangguan kesehatan mental pada penyintas Covid-19 ini akan lebih rentan terjadi jika penyintas memiliki riwayat penyakit gangguan kesehatan mental seperti kecemasan.

Baca juga: Tips dan Rekomendasi Latihan Fisik bagi Penyintas Covid-19 agar Tak Timbul Masalah Fisiologis

Langkah pencegahan

Gangguan kesehatan mental yang dialami oleh penyintas Covid-19 juga bisa terjadi lantaran masa isolasi yang dilalui.

Karena sebagai makhluk sosial, manusia tetap membutuhkan kehadiran manusia lainnya.

Oleh karena itu, untuk mencegah kecemasan terjadi saat melakukan isolasi mandiri, Ivana menganjurkan agar pasien Covid-19 tetap berkomunikasi dengan keluarga atau teman terdekat melalui sambungan telepon atau panggilan video.

“Yang lebih terasa itu ketika mereka melakukan isolasi di rumah sakit ramai-ramai dengan orang-orang lain. Nah, kondisi orang lain yang mungkin lebih parah dari mereka itu mungkin lebih bisa memperburuk keadaan (kesehatan mental) mereka. Jadi semakin cemas atau takut seperti mereka,” jelas Ivana.

Agar gangguan mental tak terjadi, ada beberapa pencegahan yang bisa diusahakan oleh penyintas Covid-19.

“Makan teratur, makan yang bergizi, tidur teratur, lalu juga berolahraga,” kata Ivana.

Sementara bagi penyintas Covid-19 yang mengalami gangguan pernapasan seperti sesak napas atau mudah kelelahan, Ivana menganjurkan agar penyintas melakukan latihan pernapasan rutin.

“Mereka juga perlu untuk latihan pernapasan. 10 menit setiap hari yang rutin. Itu bisa meningkatkan kesehatan mental mereka juga,” imbuhnya.

Jika penyintas Covid-19 masih mengalami gangguan kesehatan mental dalam waktu yang berkepanjangan, Ivana menyarankan agar penyintas segera melakukan konsultasi ke psikolog atau psikiater.

Baca juga: 8 Rutinitas Pagi untuk Meningkatkan Kesehatan Mental

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Tren
Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Tren
Apa Itu Vaksin? Berikut Fungsi dan Cara Kerjanya di Dalam Tubuh Manusia

Apa Itu Vaksin? Berikut Fungsi dan Cara Kerjanya di Dalam Tubuh Manusia

Tren
Puncak Hujan Meteor Eta Aquarids 5-6 Mei 2024, Bisakah Disaksikan di Indonesia?

Puncak Hujan Meteor Eta Aquarids 5-6 Mei 2024, Bisakah Disaksikan di Indonesia?

Tren
Kronologi dan Dugaan Motif Suami Mutilasi Istri di Ciamis, Pelaku Sempat Melakukan Upaya Bunuh Diri

Kronologi dan Dugaan Motif Suami Mutilasi Istri di Ciamis, Pelaku Sempat Melakukan Upaya Bunuh Diri

Tren
7 Manfaat Ikan Teri, Menyehatkan Mata dan Membantu Diet

7 Manfaat Ikan Teri, Menyehatkan Mata dan Membantu Diet

Tren
Buah dan Sayur yang Tidak Boleh Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah dan Sayur yang Tidak Boleh Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com