Oleh: Harry Febrian
KITA semua sepakat bahwa pandemi Covid-19 berhasil mengobrak-abrik tatanan komunikasi di berbagai aspek, termasuk dunia kerja.
Work From Office (WFO) dan Work From Home (WFH) kini jadi istilah sehari-hari. Begitu pula penggunaan aplikasi rapat daring.
“The great acceleration,” kata Profesor Marketing dari New York University, Scott Galloway, untuk merujuk pada dampak paling enduring dari pandemi ini.
Maksudnya, hal-hal yang tadinya butuh waktu lama, tiba-tiba serentak berubah dalam waktu sedemikian pendek.
Barang kali kita ingat bagaimana perusahaan dan universitas berlomba-lomba untuk menjanjikan pembelajaran dan rapat virtual belasan tahun lalu. Namun, hal itu belum membuahkan hasil.
Skype, misalnya, sudah eksis bertahun-tahun, tapi tidak berhasil mencapai critical mass-nya.
Bandingkan dengan Zoom yang dalam dua tahun terakhir melejit sehingga sudah menjadi suatu kata: zooming, seperti halnya googling.
Belum kita khatam dengan segala bentuk komunikasi virtual di era pandemi ini, jargon baru, yaitu metaverse sudah digaungkan. Ketika Facebook menjelma menjadi Meta, semua membicarakan dunia virtual ini.
Bill Gates, di catatan akhir tahun 2021-nya, meramalkan, “Mayoritas rapat virtual akan bergeser ke metaverse, dengan avatar di dunia tiga dimensi.”
Pertanyaan penting untuk semua yang percaya komunikasi itu krusial di dunia kerja: dengan disrupsi yang semakin masif, bagaimana kita bisa tetap berkomunikasi dengan efektif di era digital ini?
Mulai dengan ber-video call lebih efektif
Awal 2022 ini, sempat ada yang menduga kita akan pelan-pelan kembali ke tempat kerja secara fisik.
Akan tetapi, selain karena sejumlah varian virus yang bermutasi, kebiasaan berkomunikasi lewat aplikasi rapat daring, sepertinya mulai mengakar.
Rapat virtual adalah tulang punggung untuk kerja jarak jauh yang makin populer.