Kuncinya adalah sesuatu yang disebut lapisan inversi, wilayah atmosfer di mana suhu udara meningkat seiring ketinggian, bukannya mengalami penurunan biasa.
Lapisan seperti itu dapat berkembang setelah hari yang tenang dan cerah, menurut Laine.
Setelah matahari terbenam, udara yang lebih hangat naik sementara permukaan mendingin, dan kondisi tenang yang terus berlanjut berarti kedua wilayah suhu tidak bercampur.
Menurut Laine dan timnya, lapisan inversi ini kemudian bertindak seperti penutup, menjebak muatan listrik negatif di daerah di bawahnya dan muatan positif di udara di atasnya.
Ketika badai geomagnetik menghantam bumi, tutupnya pecah dan muatannya dilepaskan, menciptakan suara-suara aneh.
Teori itu cocok dengan pengamatan tim sebelumnya. Tim dari Institut Meteorologi Finlandia menunjukkan bahwa 60 suara rekaman paling keras berasal dari sekitar 75 meter di atas tanah. Itu ketinggian yang sama dengan lapisan inversi biasa.
Baca juga: Matahari Buatan China 5 Kali Lebih Panas dari Aslinya, Apa Tujuannya?
Melansir CNN, 2 April 2021, Laine telah menghabiskan beberapa dekade merekam suara menggunakan pengaturan tiga mikrofon dan antena loop VLF (frekuensi sangat rendah) yang terhubung ke perekam digital empat saluran.
Sementara itu Donald Hampton, seorang profesor peneliti di Institut Geofisika di Universitas Alaska Fairbanks yang mempelajari fisika ruang angkasa dan aurora dan interaksi aurora dengan atmosfer bagian atas skeptis terhadap adanya suara aurora.
"Sudah bertahun-tahun pelaporan anekdotal tentang orang-orang yang mendengar suara mendesing atau berderak. Tetapi jika Anda memikirkannya secara fisik, tidak mungkin Anda benar-benar mendapatkan suara dari aurora itu sendiri," kata Hampton.
Dia mengatakan, hal itu karena cahaya utara terjadi antara 60 dan 100 mil di atas permukaan bumi dan dibutuhkan suara beberapa detik untuk menempuh jarak satu mil.
Meski begitu, Hampton tidak mengabaikan teori bahwa cahaya utara dapat bertanggung jawab atas suara yang diklaim didengar orang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.