Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WHO: Omicron Mengancam Kelompok Rentan

Kompas.com - 18/12/2021, 15:17 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa lonjakan kasus akibat varian B.1.1.529 atau Omicron berbahaya bagi kelompok rentan.

Pimpinan Teknis Covid-19 WHO, dr Maria Van Kerkhove, menyatakan kekhawatirannya orang-orang menganggap remeh varian Omicron karena gejala yang ditimbulkan umumnya tidak terlalu parah.

Apalagi, cakupan vaksinasi saat ini sudah cukup tinggi.

Ia mengingatkan, kelompok rentan sangat diperhitungkan dalam penanganan pandemi.

"Jadi, masih terlalu dini untuk mengetahui apakah Omicron lebih parah atau tidak, tetapi kami memiliki beberapa laporan awal bahwa itu tidak terlalu parah. Sekarang, jangan tertipu. Bahkan jika kita memiliki virus yang menyebabkan penyakit yang tidak terlalu parah, virus ini dapat menyerang populasi yang rentan," ujar Maria, dalam melalui unggahan YouTube WHO, Jumat (17/12/20210).

Baca juga: Vaksin Saja Tidak Cukup untuk Hadapi Omicron, Ini Kata WHO

Siapa saja kelompok rentan?

Seperti saat awal pandemi Covid-19, WHO sudah memetakan kelompok mana saja yang memiliki risiko tinggi keparahan penyakit dan kematian akibat virus corona.

Pertama, mereka yang memiliki komorbid. Kedua, kelompok usia lanjut.

"Dan kami tahu orang-orang dengan kondisi yang mendasarinya, orang lanjut usia, jika mereka terinfeksi varian SARS-CoV-2, termasuk Omicron, mereka berisiko lebih tinggi terkena penyakit parah," kata Maria.

Yang bisa dilakukan adalah mencegah angka penularan di semua populasi, baik yang sudah divaksin maupun yang belum.

Lonjakan kasus bisa sangat memengaruhi sistem kesehatan. Belum lagi tidak semua negara memiliki kapasitas dan sistem kesehatan yang siap menghadapi lonjakan kasus akibat varian Omicron.

"Lebih banyak kasus berarti lebih banyak angka rawat inap, dan lebih banyak rawat inap dapat menempatkan sistem kesehatan yang sudah terbebani menjadi tidak terkendali," ujar Maria.

"Namun, sekali lagi, jika kita memiliki lebih banyak kasus, lebih banyak kasus berarti lebih banyak rawat inap. Dan jika sistem perawatan kesehatan terbebani, orang akan mati karena tidak mendapatkan perawatan sesuai yang mereka butuhkan," lanjut dia.

Keparahan penyakit 

Berdasarkan laporan awal yang diterima WHO, varian Omicron memang menunjukkan gejala yang tidak terlalu parah dibanding varian Delta.

Namun, varian ini masih terus dipelajari. Sejauh ini, Omicron memiliki spektrum penyakit yang lengkap.

Spektrum itu mulai dari infeksi tanpa gejala, infeksi ringan, orang yang membutuhkan rawat inap, dan orang yang meninggal karena Omicron.

"Dalam hal presentasi penyakit, ada banyak penelitian yang sedang dilakukan yang melihat hal ini dan orang yang terinfeksi Omicron dibandingkan dengan varian lainnya. Kami belum melihat perubahan dalam profil penyakit," ujar Maria.

WHO belum melihat perubahan gejala yang dialami orang dengan Omicron dibandingkan dengan Delta.

Baca juga: Rekomendasi Ahli, Masker Terbaik untuk Cegah Varian Omicron

Transmisibilitas Omicron

WHO menyebutkan, Omicron lebih cepat bertumbuh dibandingkan Delta. Artinya, ada potensi peningkatan besar dalam hal infeksi dari satu orang ke orang lain.

"Dalam hal transmisibilitas, kami melihat tingkat pertumbuhan Omicron yang benar-benar meningkat dibandingkan varian lain yang menjadi perhatian," kata Maria.

Sejak pertama kali terdeteksi pada 24 November 2021, Omicron menyebar ke lebih dari 77 negara. 

Indonesia termasu di dalamnya. Pada Kamis (16/12/2021), pemerintah mengumumkan satu kasus terdeteksi di RSDC Wisma Atlet, Jakarta.

"Masih terlalu dini bagi kita untuk memiliki pemahaman penuh, tetapi apa yang dapat kami katakan adalah bahwa beberapa mutasi yang diidentifikasi di Omicron akan memberikan keuntungan pertumbuhan, akan memungkinkannya untuk lebih menular," jelas Maria.

WHO khawatir, akan ada lebih banyak kasus jika terjadi peningkatan penularan.

Apa yang bisa kita lakukan?

Sama seperti varian lainnya, Omicron bisa dihadapi dengan menerapkan protokol kesehatan dan memperluas cakupan vaksinasi.

Maria menyarankan agar masyarakat jangan menunda-nunda untuk mendapatkan suntikan vaksin Covid-19. Terutama, bagi mereka yang memiliki komorbid atau berusia 60 tahun ke atas.

"Sekarang ada banyak penelitian yang sedang dilakukan yang melihat efektivitas vaksin terhadap Omicron. Dan studi ini sedang berlangsung. Kami belum memiliki gambaran yang lengkap, tetapi yang kami tahu adalah bahwa lebih baik divaksinasi daripada tidak," terang Maria.

Faktor utama yang berperan besar saat ini adalah menghindari transmisi virus dengan cara menjaga diri sendiri dan orang lain.

Langkah yang bisa dilakukan untuk menghadapi Omicron yakni:

  • Menjaga jarak fisik
  • Memakai masker yang pas
  • Menjaga kebersihan tangan
  • Menghindari keramaian
  • Mengatur sirkulasi udara dan ventilasi tempat kita tinggal, bekerja, atau tempat belajar.

"Faktor terbesar saat ini adalah memastikan Anda mengurangi paparan virus, apa pun varian yang beredar," kata Maria.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Cara Pantau Penyebaran Varian Omicron di Dunia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Tren
Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Tren
4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

Tren
Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Tren
Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Tren
Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Tren
Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Tren
Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com