Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasan Sadeli
Pemerhati Sejarah Maritim

Pemerhati Sejarah Maritim | Lulusan Magister Ilmu Sejarah Universitas Indonesia.

 

Memperkuat Wawasan Nusantara dalam Dunia Pendidikan Kita

Kompas.com - 14/12/2021, 16:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TANGGAL 13 Desember diperingati sebagai Hari Nusantara. Peringatan Hari Nusantara pertama kali dicanangkan Presiden Abdurrhaman Wahid tahun 1999.

Dua tahun setelahnya, Presiden Megawati Soekarnoputri menerbitkan Surat Keputusan Presiden Nomor 126 tahun 2001 yang isinya menetapkan tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara.

Peringatan Hari Nusantara ditujukan untuk mempererat ikatan persatuan dan rasa persaudaraan sebangsa. Selain itu, peringatan dimaksudkan agar rakyat Indonesia mengetahui jati diri geografisnya yang menyandang predikat sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.

Predikat ini sangat prestisius dan tidak diperoleh secara instan, melainkan melalui perumusan pemikiran dan perjuangan diplomasi panjang yang asal-usulnya dapat dilacak dari Deklarasi Juanda pada 13 tanggal Desember 1957.

Baca juga: Penguatan Budaya Bahari Jadi Fokus Utama Peringatan Hari Nusantara 2020

Deklarasi Juanda berperan besar dalam memperjuangkan prinsip negara kepulauan dengan mengubah status perairan antar pulau di luar 3 mil yang semula berstatus laut bebas (berdasarkan warisan hukum Hindia Belanda), menjadi perairan teritorial Indonesia.

Dibutuhkan waktu sekitar 25 tahun bagi Indonesia untuk memperoleh pengakuan dunia atas konsep negara kepulauan, yang puncaknya terjadi pada konferensi hukum laut internasional ketiga tahun 1982.

Pengakuan terhadap asas negara kepulauan merupakan prestasi besar dalam sejarah Indonesia sejak menjadi negara merdeka. Wilayah Indonesia menjadi berlipat ganda. Laut tidak lagi menjadi pemisah, melainkan menjadi penghubung dan perekat kesatuan negara Indonesia.

Di sini, dapat pula dikatakan bahwa para diplomat kita telah berhasil mendeklarasikan ulang Nusantara. Nusantara kita kembali seperti semula, yakni menjadi luas dan tak terpisahkan.

Kedaulatan wilayah yang membentang luas ini harus kita jaga dengan semangat persatuan.
Karena itu, pemaknaan kita tentang Hari Nusantara hendaknya jangan berhenti pada kekaguman dalam sudut pandang perluasan wilayah NKRI yang diperjuangkan sejak tahun 1957. Melainkan juga pada kekaguman terhadap realitas kemajemukan yang harus dipelihara sebagai identitas bangsa Indonesia.

Tanpa kesadaran dan kekaguman terhadap keberagaman yang terdapat di bumi Nusantara, kita hanya akan terperosok pada pandangan sempit yang berujung pada pertikaian antar saudara sebangsa. Kita juga akan terus menerus membingkai perbedaan dalam pengkotakan.

Para diplomat kita, dalam perspektif teritorial, telah berhasil “menebus” sesuatu yang menjadi hak negara kepulauan, dan menjadikannya seperti Nusantara yang luas seperti dahulu kala. Maka, kita juga perlu berjuang untuk menebus Nusantara dari upaya penyanderaan terhadap nilai-nilai toleransi dan persatuan sebagai nilai luhur di Nusantara.

Peringatan Hari Nusantara 2020 mengambil tema ?Penguatan Budaya Bahari Untuk Meningkatkan Ekonomi Maritim di Era Digital?.DOK. KOMINFO Peringatan Hari Nusantara 2020 mengambil tema ?Penguatan Budaya Bahari Untuk Meningkatkan Ekonomi Maritim di Era Digital?.
Penyanderaan nilai-nilai

Diakui ataupun tidak, perasaan kebangsaan dan nilai toleransi sedang disandera oleh pihak-pihak yang dengan sengaja menyebarkan kebencian, membelah masyarakat melalui provokasi dan cara pandang yang sempit, yang umumnya berkedok agama dan aliran tertentu, sehingga melunturkan nilai persaudaraan dan toleransi sebagai akar budaya bangsa Indonesia.

Di masa lalu, bangsa ini pernah merasakan berbagai upaya politik adu domba (divide et impera) yang dilakukan oleh pihak kolonial. Politik segregasi yang diterapkan pihak kolonial untuk melemahkan ikatan persatuan antara saudara sebangsa memang dapat kita lalui.

Tetapi tantangan yang kita hadapi sekarang harus diakui jauh lebih kompleks. Terlebih di era digital yang serba cepat membuat akses informasi dan komunikasi menjadi tidak terbendung. Yang paling mengkhawatirkan dari mudahnya akses dunia digital ialah adanya inter-relasi dengan muatan ideologi tertentu yang bertentangan dengan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.

Kami juga dapat melihat dalam beberapa tahun belakangan, serangkaian hujatan dan upaya menyuburkan sikap skeptis terhadap pemerintahan yang sah menjadi penampakan yang kerap dijumpai di media sosial. Orang-orang seolah kehilangan rasa hormat satu sama lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com