Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Presidential Threshold Non-Pancasilais?

Kompas.com - 15/11/2021, 09:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MEREKA yang kebetulan mendukung apa yang disebut sebagai presidential threshold sebaiknya jangan membaca naskah ini agar tidak merasa terganggu.

Alasanologi

Alasan menulis naskah berjudul pertanyaan ini cukup absah.

Alasannya, Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia secara jelas dan spesifik hitam di atas putih memuat sila kelima sebagai tujuan utama perjuangan bangsa Indonesia yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Makna keadilan jelas langsung musnah akibat presidential threshold secara jelas dan spesifik membatasi hak setiap warga menjadi dipilih oleh rakyat untuk menjadi presiden Republik Indonesia.

Secara tidak langsung, sebenarnya sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan diingkari oleh amandemen UUD 1945 demi menyelenggarakan pemilihan presiden yang dipilih langsung oleh rakyat.

Fakta bahwa Pilpres masa kini berdasar voting memang pada hakikatnya kontradiktif terhadap inti sukma sila keempat Pancasila yang mengedepankan musyawarah mufakat melalui perwakilan.

Keadilan

Presidential threshold  Pilpres Republik Indonesia juga mewajibkan Capres di-Capres-kan oleh bukan rakyat namun partai politik bahkan dilengkapi dengan syarat yang direkayasa sedemikian rupa sehingga mustahil dapat dipenuhi oleh partai politik kecil dan lemah ekonomi.

Maka secara serta merta dengan sendirinya akibat syarat-syarat yang dibakukan oleh presidential threshold layak diyakini bahwa para warga Indonesia yang sebenarnya mampu berperan sebagai presiden seperti misalnya Rizal Ramli, Faizal Basri, Farid Gaban, Sandyawan Sumardi, Sudirman Said, Frans Magnis Suseno, Siti Musdah Mulia, Sri Palupi, Sri Mulyani, Lukas Suwarso, Gunawan Muhammad, Syafii Maarif, Rocky Gerung, Refly Harun, Denny Serigar, Ade Armando dan lain-lain adalah mutiara terpendam. Mustahil menjadi Capres apalagi presiden Republik Indonesia.

Pada hakikatnya presidential threshold ingkar inti sukma utama demokrasi yaitu kebebasan dan keadilan.

Maka mohon dimaafkan bahwa selama presidential threshold masih dipertahankan di persada Nusantara tercinta ini maka tidak seperti biasa terpaksa naskah ini tidak saya tutup dengan seruan, "Merdeka!"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Tren
Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Tren
Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Tren
Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

Tren
2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com