Kutukan itu akan berakhir apabila ada seorang kesatria mencintainya dengan tulus. Karena merasa berhutang budi, maka sang Kumbayana mencintai kuda betina itu sehingga mengandung dan melahirkan seorang putra berwajah tampan yang kemudian diberi nama Aswatama.
Setelah bertemu Sucitra yang telah menjadi raja dan bergelar Prabu Drupada, Kumbayana tidak diakui sebagai saudara seperguruannya.
Kumbayana marah merasa dihina, kemudian balik menghina Raja Drupada. Maka Mahapatih Gandamana murka sehingga terjadi perkelahian yang tidak seimbang.
Meskipun Kumbayana sakti, ternyata kesaktiannya masih jauh di bawah Gandamana yang memiliki kekuatan setara seribu gajah.
Kumbayana kalah sehingga tubuhnya cacat dan wajahnya rusak. Namun dia tidak mati berkat ditolong oleh Sengkuni.
Akhirnya Kumbayana diterima di Hastinapura dan dipercaya sebagai mahaguru ilmu perang anak-anak keluarga Bharata.
Dorna Mahabharata dan Dorna Wayang Purwa melebur menjadi satu di Bharatayudha. Kematian Dorna di padang Kurusetra diakibatkan oleh perlakuan buruk Dorna terhadap Bambang Ekalaya yang arwahnya menitis ke Drestajumena.
Drestajumena berhasil membunuh Dorna berkat tipu muslihat Sri Kresna menyuruh Bima membunuh seekor gajah bernama Aswatama.
Setelah membunuh gajah Aswatama, Bima berteriak “Aswatama telah mati!”.
Semula Dorna tidak percaya maka menghampiri Yudhistira untuk bertanya apakah benar Aswatama telah mati.
Yudhistira membenarkan bahwa Aswatama memang telah mati tanpa menegaskan Aswatama yang mati adalah seekor gajah.
Percaya kepada Yudhistira yang tidak pernah berdusta, Dorna lumpuh lahir-batin akibat yakin bahwa yang dibunuh Bima adalah Aswatama putra tunggal Dorna padahal yang mati adalah seekor gajah bernama Aswatama.
Maka Drestajumena berhasil dengan mudah membunuh Dorna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.